Surabaya – Pengurangan pupuk bersubsisi yang dilakukan pemerintah pusat memantik reaksi Komisi B Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Timur. Mereka meminta supaya Kementerian Pertanian (Kementan) mengkaji ulang kebijakan tersebut.
Untuk itu, Komisi B berencana menemui Menteri Pertanian (Mentan) minggu depan, Senin (10/2/2020). “Kami bersama pimpinan dewan sudah sepakat untuk mencari solusi bersama. Rencananya, kami akan menemui Menteri Pertanian,” kata Anggota Komisi B DPRD Jatim dr Agung Mulyono di kantor DPRD Jatim, Jumat (7/2/2020).
Agung menandaskan bahwa dalam pertemuan dengan Mentan nanti, pihaknya akan mendesak Mentan untuk membatalkan keputusan mengurangi pupuk subsidi di Jatim. Dia berpendapat seharusnya tidak dilakukan pengurangan pupuk bersubsidi, namun malah harus ditingkatkan seiring dengan kondisi Jatim sebagai penghasil pangan.
Politisi Partai Demokrat ini juga menerima pengaduan dari masyarakat bahwa sering kali terjadi pengurangan pupuk bersubsidi. Pengaduan itu seperti yang diterima saat Sosialisasi Perda No 5 Tahun 2015 di Banyuwangi, Selasa (4/2/2020) kemarin. Dia mengkhawatirkan, dengan adanya pengurangan pupuk subsidi, pihaknya mengkhawatirkan pupuk akan semakin langka. “Pasokan normal saja masih kurang. Apalagi, sekarang dikurangi,” tegas dr Agung yang juga mantan Ketua Komisi E DPRD Jatim ini.
Dia menandaskan bahwa kelangkaan pupuk dikhawatirkan akan membawa efek domino. Diantaranya mulai dari kemungkinan merosotnya hasil pertanian hingga potensi kenaikan harga pangan. “Paling riskan, kita tahu di Jatim adalah lumbung padi,” tandasnya.
Anggota legislatif dari Dapil IV Bondowoso-Situbondo-Banyuwangi ini mengatakan bahwa Jatim tidak hanya memasok kebutuhan pangan dalam provinsi saja, namun Jatim juga mensuplay luar Jatim. “Kalau produksi menurun, maka pasokan untuk kebutuhan nasional bisa terpengaruh,” papar Politisi asal Fraksi Demokrat ini.
Agung mengatakan, pihaknya juga telah menyiapkan “plan B” jika nanti dalam pertemua dengan Kementan mengalami jalan buntu atau tidak ada titik temu. Rencana cadangan yang telah disiapkan adalah dengan dengan menyiapkan anggaran untuk membeli pupuk non-subsidi dari pihak swasta kemudian dijual kembali ke petani dengan harga terjangkau. “Ini menjadi solusi terakhir. Kita tahu, risiko membeli pupuk dari swasta membutuhkan biaya yang cukup tinggi. Oleh karena itu, kami masih akan fokus untuk mendesak pemerintah pusat mengkaji hal tersebut,” tandasnya.
Hal senada disampaikan Wakil Ketua DPRD Jatim, Anik Maslachah. Dia meminta pada Mentan untuk mereview Permentan no 1 tahun 2020. Dia menegaskan bahwa jatah pupuk untuk Jatim harus dikembalikan seperti tahun sebelumnya.
Untuk diketahui, Permentan No 1 tahun 2020 memuat keputusan mengurangi pupuk subsidi. Di Jawa Timur, pengurangan pupuk subsidi disebut mencapai 51 persen. Perbadingan Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk bersubsdi dengan non-subsidi pun cukup jauh. Misalnya, dalam Permentan No 01 Tahun 2020 ini menyebutkan pupuk Urea Subsidi seharga Rp1.800 perkilonya. Sedangkan HET pupuk urea non subsidi di pasaran bisa mencapai Rp 5.000 perkilonya. (ufi)