08 April 2025

Get In Touch

Tahun 2025 Iuran BPJS Kesehatan Direncanakan Naik

Tahun 2025 Iuran BPJS Kesehatan Direncanakan Naik

JAKARTA (Lenteratoday)- Kenaikan iuran peserta BPJS Kesehatan tengah dikaji. Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) memberi bocoran kemungkinan diterapkan pada bulan Juli 2025.

Anggota DJSN, Muttaqien, mengatakan kebijakan tersebut harus diambil karena dari perhitungannya, BPJS Kesehatan berpotensi mengalami defisit Rp 11 triliun di tahun 2025 jika iuran tak naik.

Tahun 2022, BPJS Kesehatan mencatatkan aset neto mencapai Rp 56,5 triliun, dengan pendapatan Rp 148,1 triliun dan beban Rp 130,3 triliun sehingga BPJS Kesehatan mencatat surplus dana jaminan sosial Rp 17,7 triliun.

"Dengan iuran BPJS yang sekarang terkumpul dan aset neto yang ada itu aman, tidak perlu ada kenaikan (di 2023). Di tahun 2024, kita lakukan kajian juga itu 2024 masih aman, tidak perlu ada kenaikan iuran sama sekali. Ini sesuai amanah Presiden juga sampai 2024 tidak perlu ada kenaikan iuran," kata Muttaqien saat ditemui di Kantor Pusat BPJS Kesehatan, Jakarta, Selasa (18/7/2023).

"Tapi kita hitung lagi, kalau sampai 2024 aman, kapan dibutuhkan kenaikan iuran. Dari perhitungan kami, kira-kira (ada kenaikan iuran) bulan Juli atau Agustus 2025," tegas dia.

Kenaikan iuran BPJS Kesehatan itu berdasarkan kajian yang menunjukkan akan ada defisit. Diperkirakan defisit itu akan terjadi pada Agustus-September 2025.
"Perhitungan kita kalau diberi waktu sampai kapan, kira-kira di Agustus atau September itu kira-kira mulai ada defisit dari dana BPJS Kesehatan, sampai kami hitung sekitar Rp 11 triliun," kata dia.

DJSN belum mengkaji hingga berapa persen kenaikan iuran tersebut. Hal itu akan tergantung pada jumlah klaim, peningkatan peserta, sampai jumlah rumah sakit yang akan dikontrak BPJS Kesehatan di tahun 2023 ini.

"Kami DJSN punya target untuk BPJS di 2024 ini, tergetnya 3.083 rumah sakit dikontrak BPJS kesehatan," ujar dia.

Banyak Peserta Nunggak Iuran

Sementara, Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti, menyentil peserta yang masih menunggak iuran. Ghufron membandingkan dengan kemampuan mereka membeli rokok yang lancar setiap bulan.

Menurut Ghufron, ada puluhan juta peserta yang menunggak iuran BPJS Kesehatan. Mayoritas dari mereka adalah yang termasuk golongan bukan penerima upah, seperti penjual bakso sampai petani.

"Kalau di banyak negara itu namanya missing middle, jadi bagian menengah yang dia enggak miskin. Kalau miskin itu kan dibayarin PBI (termasuk kategori penerima bantuan iuran dari APBN dan APBD)," kata Ghufron saat ditemui di Kantor BPJS Kesehatan, Jakarta, Selasa (18/7/2023).

Sementara peserta Non-PBI adalah mereka yang membayar iuran secara mandiri. Ghufron menilai seharusnya membayar iuran bukan hal berat bagi kategori ini. Dia mengidentifikasi ada dua sebab kenapa peserta menunggak iuran.

"Ya menurut saya sebetulnya juga harusnya mampu. Tapi ada 2 faktor, pertama namanya willingness to pay, sama ability to pay. Dia ability idle to pay, karena apa? Bayar rokok saja mampu, di dalam sebulan itu Rp 150 ribu," tegasnya.

"Ini bayar BPJS Rp 42 ribu berat, artinya willingness to pay, kemauan untuk membayar," kata Ghufron menambahkan.

Adapun hingga 1 Juli 2023, telah terdaftar 258.321.423 jiwa peserta program BPJS Kesehatan yang tersebar di 24 provinsi dan 350 kabupaten/kota. Dari jumlah itu, tak semua menjadi peserta aktif yang rutin membayar iuran. "Itu (peserta tidak aktif) puluhan juta," katanya.

Meski demikian, Ghufron mengatakan tingkat kepatuhan pembayaran iuran di tahun-tahun ini sudah meningkat drastis. Pendapatan iuran BPJS Kesehatan 2022 meningkat menjadi Rp 144,04 triliun. Sedangkan di 2021 nilainya Rp 143,32 triliun.

"Kepatuhannya sekarang collecting iuran rate tidak pernah tercapai sebaik tahun-tahun sekarang. Karena tahun-tahun sekarang itu sudah lebih dari 90 persen, bahkan pernah 99 persen collecting iuran," ujar dia.(*)

Reporter: dya,rls/ Editor:widyawati

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.