Breaking News: Kejati Jatim Periksa Kasus Mega Korupsi Ekspor Kereta Api ke Kongo Senilai Rp 167 Triliun

MADIUN (Lenteratoday) -Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (Kejati Jatim) memeriksa sejumlah karyawan PT Industri Kereta Api (INKA) terkait kasus korupsi ekspor kereta api ke Kongo senilai Rp167 triliun, di kantor Kejaksaan Negeri Kota Madiun, Jumat (13/9/2024).
Hal tersebut dibenarkan Kepala Seksi (Kasi) Intelijen Kejari Kota Madiun Dicky Andi Firmansyah. Namun,pihaknya tidak bisa memberikan keterangan detil pemeriksaan yang dilakukan penyidik Kejati Jatim.
"Untuk pemeriksaan hari ini, kami hanya ketempatan saja. Untuk materi dan siapa yang dipanggil kami tidak monitor,” kata Dicky.
Dari informasi yang dihimpun Lenteratoday, beberapa orang dari PT.INKA datang sekitar pukul 08.00 WIB, dan hingga berita ini diturunkan pihak penyidik masih melakukan pemeriksaan.
Sementara itu, Manajer Humas dan Protokoler PT INKA Nuur Aisyah M. W yang juga datang ke kantor Kejari Kota Madiun sekitar jam 11.45 WIB enggan dikonfirmasi oleh awak media.
"Saya pengen datang saja,” jawabnya singkat sambil bergegas masuk kedalam kantor kejaksaan.
Diberitakan sebelumnya pada Selasa (16/7/2024) Tim penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Jatim melakukan penggeledahan mulai dpukul 09.00 WIB dan hingga pada pukul 22.00 WIB
Dari kantor PT INKA tim penyidik menyita sekitar 400 dokumen yang diduga terkait dengan kasus tipikor tersebut. Kegiatan penggeledahan ini disaksikan oleh Lurah Madiun Lor, Kecamatan Manguharjo, Kota Madiun, Jawa Timur.
“Penggeledahan dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penggeledahan Kajati Jatim Nomor Print 948/M.5.5/Fd.2/07/2024 tanggal 10 Juli 2024," kata Kasi Penkum Kejati Jatim, Windhu Sugiarto, Kamis (18/7/2024).
Menurut Windhu penggeledahan itu sebagai upaya penyidik mencari alat bukti kasus tersebut.
"Penggeledahan ini dilakukan untuk mencari bukti-bukti terkait dengan dugaan tipikor dalam pembiayaan proyek di Kongo,” kata Windhu.
Windhu menjelaskan jika penggeledahan itu terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) dalam pembiayaan PT Industi Kereta Api (INKA) kepada joint venture The Sandy Group Infrastruktur (JV TSG INFRA) dalam rencana proyek pekerjaan solar photovoltovic power plant 200 MW di Kinshasha Democratic Republik Congo.
Kasus ini bermula dari rencana PT INKA dan afiliasinya di awal tahun 2020 untuk mengerjakan proyek Engineering Procurement and Construction (EPC) transportasi dan prasarana kereta api di Republik Demokratik Kongo (DRC). Fasilitasinya dilakukan oleh sebuah perusahaan asing.
Perusahaan asing tersebut kemudian menyampaikan kebutuhan pengerjaan proyek lain sebagai sarana pendukung, yaitu penyediaan energi listrik di Kinshasa, DRC. Selanjutnya, PT INKA memberikan sejumlah dana talangan kepada JV TSG Infrastructure tanpa jaminan.
"PT INKA Multi Solusi (PT IMST), bagian afiliasi PT INKA, bersama dengan TSG Utama, diduga memiliki kaitan dengan perusahaan fasilitator, membentuk perusahaan patungan di Singapura bernama JV TSG Infrastructure. Tujuannya untuk mengerjakan penyediaan energi listrik," jelas Windhu.
Hingga saat ini,penyidik telah memeriksa 18 orang saksi, termasuk dari pihak INKA dan afiliasinya, TSG Infrastructure, dan pihak terkait lainnya. Menurut Windhu, dugaan perbuatan melawan hukum dalam pemberian dana talangan tersebut merugikan keuangan negara.
"Saat ini BPKP Perwakilan Jawa Timur masih melakukan proses penghitungan kerugian negara," ujar Windhu.
Untuk diketahui, PT INKA (Persero) bersama empat BUMN yakni PT Barata Indonesia, PT LEN, PT Merpati Nusantara Airlines, dan PT Dirgantara Indonesia menggarap proyek infrastruktur dan sarana perkeretaapian di Kongo senilai 11 miliar dollar amerika atau Rp 167 trilyun, untuk pembangunan infrastruktur dan sarana perkeretaapian di Kongo.
Kesepakatan megaproyek setelah terjadi setelah adanya kesepakatan antara investor TSG Group yang berpusat di Amerika Serikat dengan Democratic Republic of the Congo (Kongo) beberapa waktu lalu.
Repoter: Wiwiet Eko Prasetyo|Editor: Arifin BH