
SIDOARJO (Lentera) - DPRD Kabupaten Sidoarjo bersama koalisi penyandang disabilitas terus mendorong implementasikan peraturan daerah (Perda) No. 11 Tahun 2024 tentang Hak Penyandang Disabilitas yang telah disahkan pada 20 Desember 2024 lalu.
Dalam serangkaian audiensi dan pertemuan yang melibatkan berbagai pihak, fokus utama diarahkan pada anggaran inklusif dan penyusunan peraturan pelaksana agar hak-hak penyandang disabilitas benar-benar terakomodasi. Rapat tersebut dihadiri dinas terkait, seperti Dinas Sosial, Disnaker, Dispendik, dan dinas terkait.
Sekretaris Komisi D DPRD Sidoarjo, Zahlul Yussar mengatakan bahwa pentingnya kolaborasi lintas sektor untuk menciptakan sistem yang inklusif dan berkelanjutan. “Kami berupaya mewujudkan pembangunan yang berpihak pada semua kalangan, termasuk penyandang disabilitas, melalui program-program yang jelas dan terukur,” ujarnya di Ruang komisi D DPRD Sidoarjo, Jumat (25/4/2025).
Zahlul juga menyoroti pentingnya menjadikan kawasan seperti RG Kulacu sebagai wilayah yang layak dibangun dengan mengedepankan prinsip kesetaraan akses.
Hal senada disampaikan Ketua Komisi D DPRD Kab. Sidoarjo Dhamroni. Dia menekankan bahwa pentingnya peran serta penyandang disabilitas dalam dunia kerja. “Kita harus pastikan minimal 2 persen dari tenaga kerja di BUMD berasal dari kalangan disabilitas. Di sektor swasta pun, target 1 persen harus dijalankan dengan komunikasi yang baik,” katanya.
Ia pun berharap perusahaan dapat membuka ruang seluas-luasnya bagi penyandang disabilitas untuk berkontribusi.
Sementara itu, Koordinator Koalisi Penyandang Disabilitas Abdul Majid, menyoroti tiga hal krusial dalam audiensinya dengan Komisi D DPRD. Pertama, perlunya setiap Organisasi Perangkat Daerah (OPD) memiliki alokasi anggaran khusus untuk program disabilitas. “Inklusif budgeting harus masuk ke dalam RPJMD agar pembangunan benar-benar merata,” tegasnya.
Kedua, ia mendesak agar segera disusun Peraturan Bupati sebagai petunjuk teknis pelaksanaan perda. “Sudah tiga bulan sejak perda disahkan, tapi belum ada perbup. Padahal aturan itu penting agar perda bisa dijalankan secara konkret,” ujar Majid.
Ketiga, Majid mengusulkan bahwa pembentukan Kelompok Kerja (Pokja) Disabilitas yang melibatkan perwakilan dari penyandang disabilitas dan instansi pemerintah. “Pokja ini diharapkan bisa menjadi forum komunikasi strategis, terutama untuk menghindari miskomunikasi dalam perencanaan dan penganggaran program,” ungkapnya.
Terkait data, Majid menyebutkan saat ini terdapat lebih dari 5.300 penyandang disabilitas menurut data dari BPS. Namun, ia pun menegaskan bahwa jumlah sebenarnya bisa lebih tinggi karena banyak penyandang disabilitas yang belum terdata secara menyeluruh, termasuk mereka yang sudah bekerja dan mandiri.
“Langkah-langkah ini menjadi bagian dari komitmen bersama dalam mewujudkan Rembang sebagai kabupaten yang inklusif dan ramah disabilitas, di mana setiap warganya mendapat kesempatan yang sama untuk tumbuh dan berkontribusi,” pungkasnya. (*)
Reporter : Anto
Editor : Lutfiyu Handi