Sanksi Sosial Cegah Penularan TBC, Anggota DPRD Surabaya Minta Utamakan Pendekatan Persuasif

SURABAYA (Lentera) - Rencana Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya menerapkan sanksi sosial kepada pasien tuberkulosis (TBC) yang tidak mau berobat atau mangkir berobat rutin, berupa menonaktifkan nomor induk kependudukan (NIK) dan status BPJS Kesehatan pasien TBC. Mendapat tanggapan Anggota DPRD Kota Surabaya, dengan mengutamakan pendekatan pesuasif dan menjadi opsi terakhir.
Tanggapan ini disampaikan Anggota Komisi D DPRD Kota Surabaya, William Wirakusuma yang menekankan pentingnya pendekatan persuasif, sebelum menerapkan sanksi sosial tersebut.
“Pengobatan TBC ini efek sampingnya lumayan keras. Jadi ada beberapa pasien yang merasa bosan, tidak mau diobati. Padahal ini langkah penting dari Dinas Kesehatan (Dinkes) untuk menekan angka TBC di Surabaya. Kalau mereka tidak diobati dan menyebarkan penyakit, tentu sangat berbahaya bagi warga sekitar,” kata William, Selasa (29/4/2025).
Politisi dari PSI ini menyebut rencana pembaruan peraturan daerah (perda) terkait penanganan TBC ke depannya, bisa mencakup pemberian sanksi bagi pasien yang menolak pengobatan. Meski demikian, Komisi D menegaskan bahwa sanksi penonaktifan NIK dan BPJS Kesehatan tersebut seharusnya menjadi opsi terakhir.
“Kami di Komisi D mendorong agar sanksi itu diterapkan setelah semua langkah persuasif ditempuh. Misalnya, pasien didampingi relawan terlebih dahulu, diberi pendekatan agar mau menjalani pengobatan. Jangan langsung dinonaktifkan KTP-nya,” tegasnya.
Meski kebijakan tersebut baru akan dimulai pada Mei mendatang, pihaknya meminta Dinkes untuk mengkaji ulang rencana itu, termasuk alasan dan mekanisme pemberian sanksi.
“Kalau memang kebijakan itu akan dilakukan, kami ingin tahu apa alasan dan dasarnya. Secara umum, sanksi memang dimaksudkan agar pasien mau berobat, karena pengobatan TBC harus dijalani sampai tuntas. Itu jadi syarat agar hak-hak administratifnya bisa dipulihkan,” tutupnya.
Reporter: Amanah/Editor: Ais