
SURABAYA (Lentera) - Menurut drg. Aliyah, Sp.KGA, dokter spesialis kedokteran gigi anak lulusan Universitas Indonesia, sekitar 30 hingga 60 persen anak Indonesia di bawah usia tiga tahun mengalami maloklusi, berdasarkan data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023.
"Maloklusi itu prevalensinya itu sangat tinggi, sekitar 80 persen dari masyarakat Indonesia menurut SKI 2023. Kebayang ya bahwa salah satu dari kita saja itu terkena maloklusi dengan prevalensi 30-60 persen itu anak di bawah 3 tahun," kata Aliyah dalam jumpa pers di Jakarta, Senin.
Aliyah menjelaskan bahwa maloklusi adalah ketidaksesuaian atau ketidaknormalan posisi gigi pada rahang atas dan bawah saat bertemu. Sementara mengutip Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), maloklusi adalah cacat atau gangguan fungsional yang dapat menjadi hambatan bagi kesehatan fisik maupun emosional dari pasien yang memerlukan perawatan.
Faktor risiko yang menyebabkan anak terkena maloklusi beberapa di antaranya yaitu pemilihan dot yang kurang tepat saat periode tumbuh kembang anak, lama dan frekuensi penggunaan dot yang tidak sesuai atau kebiasaan yang dapat mempengaruhi tumbuh kembang rahang anak sampai dengan adanya gigi berlubang yang menyebabkan gigi susu lepas sebelum waktunya.
Bisa juga dikarenakan kebiasaan mengisap jari, penggunaan dot yang tidak tepat hingga faktor genetik.
"Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk memilih produk perawatan gigi yang sesuai sejak dini, seperti penggunaan infant toothbrush untuk membersihkan lidah, memijat gusi, dan menyikat gigi pertama anak," ucap Aliyah.
Aliyah menyarankan orang tua untuk memilih dot yang tepat dan dirancang dengan dot orthodontic yang mempunyai mekanisme yang menyerupai metode menyusu langsung (DBF), sehingga anak tidak bingung puting, mencegah tersedang dan teruji klinis mencegah maloklusi.
Dot dengan desain pipih itu pun akan membantu mencegah overbite atau underbite, mendukung gerakan menghisap (sucking motion) yang alami yang sering muncul saat si kecil beralih antara menyusu langsung dan botol.
"Pemilihan produk yang tepat bukan sekadar soal fungsi, tapi juga merupakan bentuk cinta act of service orang tua kepada anak dalam rutinitas sehari-hari," kata dia.
Orang tua juga disarankan untuk membersihkan gigi anak dengan infant toothbrush yang terbuat dari bahan silicon dan telah bebas BPA. Sikat gigi anak secara rutin dua kali sehari selama dua menit dengan menggunakan pasta gigi yang mengandung flouride.
"Jangan lupa jadwalkan pemeriksaan gigi rutin untuk bayi pada saat mulai tumbuh gigi pertama dan periksa gigi si kecil setiap 3-4 bulan sekali atau 3 kali dalam setahun," kata dia.
Apa Itu Maloklusi?
Maloklusi merupakan ketidaksesuaian atau ketidaknormalan posisi gigi pada rahang atas dan bawah ketika bertemu.
Menurut WHO, Maloklusi merupakan cacat atau gangguan fungsional yang bisa menjadi hambatan bagi kesehatan fisik maupun emosional dari pasien yang membutuhkan perawatan.
Jenis-Jenis Maloklusi
Dokter gigi akan memeriksa kondisi gigi dan melakukan pemeriksaan tambahan, seperti membuat cetakan gigi dan foto Rontgen gigi, untuk menentukan apakah posisi gigi selaras atau tidak. Jika tidak selaras, maloklusi akan diklasifikasikan berdasarkan jenis dan tingkat keparahannya.
Berdasarkan jenisnya, maloklusi dapat dibagi menjadi 3 kelas besar, yaitu:
Kelas 1
Jenis maloklusi yang paling sering terjadi. Kondisi ini ditandai dengan gigi atas yang tumpang tindih dengan gigi bawah.
Kelas 2
Jenis maloklusi ini disebut juga overbite, retrognathism, atau tonggos. Gigi tonggos adalah kondisi ketika gigi dan rahang bagian atas lebih maju secara signifikan dibanding rahang dan gigi bagian bawah.
Kelas 3
Pada maloklusi ini, rahang bagian bawah maju ke depan hingga membuat gigi bawah lebih maju daripada gigi dan rahang atas. Di Indonesia, kondisi ini dikenal dengan sebutan ‘cameh’. Namun, secara medis, maloklusi kelas 3 disebut underbite atau prognathisme.
Maloklusi kelas 1 biasanya tidak menimbulkan keluhan. Tetapi, bila kondisinya berat, maloklusi ini dapat menyebabkan rasa tidak nyaman saat menggigit atau mengunyah makanan, wajah terlihat kurang simetris, cenderung bernapas lewat mulut, dan sering tergigitnya lidah atau pipi bagian dalam.
Cara Mengobati Maloklusi
Maloklusi yang tergolong ringan biasanya tidak membutuhkan penanganan khusus. Penanganan lebih sering dilakukan ketika maloklusi yang diderita sudah parah dan menimbulkan gangguan, seperti kesulitan dalam berbicara atau mengunyah makanan.
Dokter akan memilih metode penanganan sesuai dengan tipe maloklusi yang diderita. Beberapa metode yang dapat digunakan adalah:
-Pemasangan kawat atau pelat khusus untuk mengukuhkan atau menstabilkan tulang rahang
-Pencabutan gigi tertentu untuk memperbaiki posisi gigi yang terlalu berdesakan
-Pemasangan crown gigi atau dental crown
-Operasi untuk memperpendek atau memperbaiki bentuk tulang rahang
-Pemasangan kawat gigi
Meski bertujuan untuk mengobati, metode-metode penanganan tersebut juga berpotensi menimbulkan efek samping, yaitu iritasi gigi dan mulut, nyeri, serta sulit bicara dan mengunyah. Tidak menutup kemungkinan, gigi juga dapat menjadi rusak.
Jika maloklusi yang Anda alami terasa mengganggu, baik untuk bicara, mengunyah, maupun penampilan, sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter untuk mendapatkan pemeriksaan gigi serta penanganan yang tepat.
Co-Editor: Nei-Dya/berbagai sumber