08 May 2025

Get In Touch

Gangguan Tidur pada Balita Bisa Ganggu Perkembangan Otak

Ilustrasi anak-anak tidur (Pixabay)
Ilustrasi anak-anak tidur (Pixabay)

SURABAYA (Lentera)- Tidur bagi anak balita bukan sekadar waktu istirahat saja, melainkan fase kritis untuk pertumbuhan otak, fisik, dan perkembangan emosi mereka. 

Menurut American Academy of Pediatrics, antara 25–50 persen anak mengalami masalah tidur saat masa tumbuh-kembang. Hal ini berdampak signifikan terhadap fungsi kognitif, perilaku, dan kesehatan fisik maupun mental.

Terkait hal itu, Founder Edukasi Jenaka yang juga dokter spesialis anak dr. Yuni Astria, SpA, mengatakan, tidur merupakan salah satu bagian fundamental dalam proses perkembangan otak dan sistem saraf anak. 

“Selama fase deep sleep, tubuh anak memproduksi hormon pertumbuhan (growth hormone) dalam jumlah besar, yang utamanya berperan untuk perkembangan tulang, otot, dan sejumlah organ yang mempengaruhi metabolisme tubuh. Di saat yang sama, otak memproses dan menyimpan informasi, memperkuat daya ingat, serta membentuk kemampuan belajar dan regulasi emosi,” jelas dr. Yuni, Rabu (7/5/2025).

Penelitian juga menunjukkan, kurang tidur pada anak usia dini berkaitan dengan risiko lebih tinggi terhadap gangguan atensi, kecemasan, bahkan kejadian obesitas dan hipertensi di kemudian hari.

Ia mengungkapkan, kualitas tidur anak seringkali terganggu karena terbangun di tengah malam akibat berbagai faktor yang kerap luput dari perhatian, seperti paparan gawai menjelang tidur, pencahayaan kamar yang terlalu terang, suhu ruangan yang tidak nyaman, hingga gangguan gigitan serangga seperti nyamuk.

National Sleep Foundation, lembaga rujukan internasional di bidang tidur, juga menegaskan tidur yang terdisrupsi akibat gangguan eksternal dapat berkontribusi sebabkan masalah perilaku, kemampuan belajar, penurunan daya tahan tubuh hingga kualitas tidur anak.

“Meski terlihat sepele, gangguan kecil ini bisa mengganggu fase deep sleep, yang tentunya berdampak pada pada produksi hormon pertumbuhan dan konsolidasi memori yang terjadi saat tidur,” tuturnya.

Untuk mendukung tidur berkualitas, dr. Yuni merekomendasikan beberapa langkah sederhana. Upayakan mandi air hangat sebelum tidur untuk membantu relaksasi. Makan terakhir diupayakan maksimal 1,5 jam sebelum waktu tidur, dan hindari paparan gawai mulai dari 1 jam menjelang waktu tidur.

Selanjutnya mengupayakan jadwal masuk kamar untuk tidur konsisten setiap harinya, menciptakan ritual malam, seperti membacakan cerita petualangan seru yang sarat nilai kebaikan dengan suara lembut, mengatur kamar tidur agar nyaman: cahaya redup cenderung gelap, sejuk, tenang, dan bebas potensi gangguan serangga.

“Rutinitas tidur yang konsisten membantu ritme biologis anak beradaptasi, sehingga tubuh dan otak mereka lebih siap untuk beristirahat. Ini juga mengajarkan disiplin sejak dini,” ungkap dr. Yuni.

dr. Yuni menekankan tidur berkualitas perlu dipandang sama pentingnya dengan nutrisi dan stimulasi dini. 

“Tanpa tidur yang cukup dan berkualitas, anak tidak hanya mengalami hambatan fisik, tetapi juga kesulitan mengontrol emosi, belajar, dan membangun hubungan sosial. Semua ini dapat berdampak jangka panjang pada kehidupan mereka,” tutupnya. 

Reporter: Amanah|Editor: Arifin BH

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.