09 July 2025

Get In Touch

Trump Umumkan Tarif Impor AS, Indonesia Tetap 32%

Presiden AS Donald Trump saat pengumuman tarif di Rose Garden Gedung Putih di Washington, DC, AS,Rabu (2/4/2025).(dok)
Presiden AS Donald Trump saat pengumuman tarif di Rose Garden Gedung Putih di Washington, DC, AS,Rabu (2/4/2025).(dok)

WASHINGTON (Lentera)- Presiden Donald Trump akhirnya mengumumkan surat pertama yang dijanjikan dari sejumlah surat ancaman pengenaan tarif lebih tinggi pada mitra dagang utama. Salah satunya Indonesia yang terkena pungutan 32% atau tidak berubah dari awal penetapan kenaikan tarif.

"Trump mengatakan AS akan memberlakukan tarif impor 32 persen pada Indonesia," demikian laporan Reuters, Selasa (8/7/2025).

Dia juga telah menandatangani perintah eksekutif yang menunda tarif baru hingga 1 Agustus.

"Hubungan kita, sayangnya, jauh dari timbal balik," tulis Trump dalam suratnya.

Indonesia disebut sebagai satu dari 14 negara yang disurati Trump, soal tarif impor terbaru AS.
Selain itu diumumkan juga tarif 25% untuk barang-barang dari Jepang dan Korea Selatan. 

Trump juga mengumumkan tarif 25% bagi Malaysia, Kazakhstan, dan Tunisia, sementara Afrika Selatan akan dikenai tarif 30%, serta Laos dan Myanmar akan menghadapi pungutan 40%.

Negara-negara lain adalah  Bangladesh 35%, serta Thailand dan Kamboja 36%. Bosnia dikenai pungutan 30%, sedangkan Serbia menghadapi tarif 35%.

Negara-negara tersebut menjadi yang pertama dalam sejumlah peringatan sepihak dan kesepakatan perdagangan yang dijanjikan Trump akan diumumkan pada Senin, dua hari sebelum kesepakatan dengan mitra dagang yang dikenai pungutan resiprokal pada 2 April jatuh tempo.

Diketahui, pada Senin (7/7/2025) waktu setempat ia menandatangani perintah eksekutif yang menunda tarif baru hingga 1 Agustus untuk semua negara yang menghadapi tarif resiprokal. Secara efektif memberi setiap negara yang terdampak tiga pekan tambahan untuk mencapai kesepakatan dengan Gedung Putih.

Upaya Trump untuk merombak kebijakan perdagangan AS pada masa jabatan keduanya menjadi sumber ketidakpastian yang terus-menerus bagi pasar, bank sentral, dan eksekutif yang berusaha memprediksi dampaknya terhadap produksi, persediaan, perekrutan, inflasi, dan permintaan konsumen—perencanaan rutin yang cukup sulit tanpa biaya, seperti tarif bisa diberlakukan hari ini dan dicabut besok.

Surat-surat yang telah dikirim sejauh ini tampaknya merupakan metode baru untuk sekali lagi menunda tenggat waktu 9 Juli yang semakin dekat untuk menerapkan tarif "resiprokal" hingga setidaknya awal Agustus.

Sebagian besar tarif, yang diumumkan di platform Truth Social-nya, sejalan dengan yang diumumkan Trump sebelumnya mengenai tarif yang kemungkinan akan dihadapi negara-negara tersebut.

Sekretaris Pers Gedung Putih Karoline Leavitt mengatakan sekitar belasan negara akan menerima pemberitahuan langsung dari Trump mengenai tarif mereka pada Senin. Surat-surat tambahan akan tiba dalam beberapa hari ke depan.

Ini merupakan babak terbaru dari kebijakan yang telah mengguncang pasar dan perdagangan di seluruh dunia. Sepekan setelah mengumumkan tarif di acara Rose Garden, Trump menawarkan penangguhan selama 90 hari, menurunkan tarif menjadi 10% guna memberi waktu untuk bernegosiasi.

Hanya sedikit negara yang berhasil mencapai kesepakatan dalam waktu singkat yang diberikan. Selama periode itu, Trump mengumumkan perjanjian kerangka kerja dengan Inggris dan Vietnam, serta gencatan senjata perdagangan dengan China.

Pada saat yang sama, Trump memperingatkan negara-negara agar tidak melakukan pembalasan atas langkah terbarunya.

"Jika karena alasan apa pun Anda memutuskan untuk menaikkan tarif Anda, maka, berapa pun angka yang Anda pilih untuk menaikkannya akan ditambah ke tingkat yang diancam," tulis Trump.

Penetapan tarif impor produk RI sebesar 32 persen, sama seperti yang diumumkan Trump pada April lalu.

Alasan tarif timbal balik 32 persen untuk Indonesia dapat ditelusuri dari neraca perdagangan antara AS dan RI. Menurut grafis yang dirilis Reuters, Kamis (3/4), Indonesia menjadi salah satu negara dengan neraca perdagangan yang negatif (defisit) di mata AS.

Artinya, nilai impor AS dari Indonesia lebih besar dibanding nilai ekspor AS ke Indonesia. Menurut data Gedung Putih yang ditampilkan grafis itu, neraca perdagangan itu minus US$18 miliar.

Hal itu menjadi salah satu landasan utama AS memasang tarif timbal balik yang cukup tinggi kepada Indonesia.

Belum Termasuk Tarif Sektoral

Ia juga mengatakan tarif tersebut tidak termasuk tarif khusus sektoral yang telah atau akan diterapkan secara terpisah oleh pemerintah pada barang-barang yang diimpor di industri-industri utama. Baik Jepang maupun Korea Selatan merupakan eksportir mobil utama, dan juga dikenai tarif baja AS.

Negara-negara lain yang terdampak serangan awal Trump memiliki hubungan dagang yang kurang signifikan. Impor AS dari Myanmar—yang hubungannya tegang akibat kudeta militer tahun 2021—mencapai lebih dari US$656 juta pada tahun 2024, menurut Perwakilan Dagang AS.

AS sesekali mengimpor minyak mentah dari Kazakhstan. Pembelian terbaru, menurut data pemerintah, terjadi pada April, ketika AS mengimpor sekitar 33.000 barel per hari. Tahun lalu, kargo dari Kazakhstan rata-rata sekitar 38.000 barel per hari, tertinggi dalam setidaknya dua dekade pembelian berkala. 

Ketika ditanya mengapa Trump memilih untuk menyerang Jepang dan Korea Selatan terlebih dahulu, Leavitt mengatakan itu merupakan "hak prerogatif presiden."  

"Mereka adalah negara-negara yang dia pilih," imbuhnya.

Leavitt mengatakan pemerintah "hampir" mencapai kesepakatan dengan beberapa mitra dagang lainnya, seraya menambahkan bahwa Trump "ingin memastikan ini adalah kesepakatan terbaik yang memungkinkan."

14 Negara Terima Surat Tarif Impor AS (Berlaku 1 Agustus 2026)

Jepang (25 persen) 
Korea Selatan (25 persen) 
Afrika Selatan (30 persen) 
Kazakhstan (25 persen) 
Laos (40 persen) 
Malaysia (25 persen) 
Myanmar (40 persen) 
Tunisia (25 persen)
Bosnia dan Herzegovina (30 persen) 
Indonesia (32 persen) 
Bangladesh (35 persen) 
Serbia (35 persen) 
Kamboja (36 persen) 
Thailand (36 persen)
 

Editor:Widyawati/berbagai sumber


 

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.