SURABAYA ( LENTERA ) - Setelah diperiksa, ia ternyata mengidap asam urat atau gout. Pembuat video kemudian menyimpulkan bahwa penyakit itu muncul akibat kebiasaan sang remaja tidur dengan kipas angin yang diarahkan langsung ke tubuh sepanjang malam.
Video itu segera menyebar luas dan memicu perdebatan di berbagai platform media sosial. Banyak warganet membagikan pengalaman serupa, mengaku merasakan nyeri sendi setelah semalaman tidur dengan kipas angin menyala.
“Gw yg baru kena, padahal umur masih 18,” tulis seorang pengguna TikTok. Yang lain menambahkan, “Kaki q ngilu klo kena kipas angin, tapi gak bisa tidur klo gak pakai kipas.”
Namun, benarkah kipas angin bisa menyebabkan asam urat? Menurut para ahli medis, klaim tersebut tidak memiliki dasar ilmiah. Spesialis penyakit dalam, dr Aru Ariadno, SpPD-KGEH, menegaskan bahwa tidak ada hubungan langsung antara paparan kipas angin dan peningkatan kadar asam urat dalam tubuh.
“Tidur dengan kipas angin yang diarahkan langsung ke badan tidak menyebabkan asam urat ataupun penyakit lain. Itu murni mitos,” ujar dr Aru.
Ia menjelaskan, penyebab utama asam urat justru berasal dari dua faktor genetik (herediter) dan gaya hidup yang tidak sehat. Konsumsi makanan tinggi purin seperti jeroan, daging merah, atau seafood, serta kebiasaan kurang minum air putih dan jarang berolahraga, menjadi pemicu utama peningkatan kadar asam urat.
Senada, dr Rudy Kurniawan, SpPD, menuturkan bahwa kipas angin bukanlah penyebab penyakit, melainkan faktor yang dapat memperburuk gejalanya pada individu yang sudah memiliki kadar asam urat tinggi. “Udara dingin dapat memicu kambuhnya nyeri sendi pada penderita asam urat karena suhu rendah membuat kristal urat lebih mudah mengendap di persendian,” jelasnya.
Artinya, kipas angin memang bisa membuat rasa nyeri terasa lebih tajam pada penderita gout, tapi tidak menjadi biang keladi penyakit itu sendiri. “Kipas angin tidak meningkatkan kadar asam urat. Yang meningkatkan adalah pola makan, obesitas, dan gangguan metabolisme,” tambah dr Rudy.
Mengapa Dingin Picu Nyeri?
Secara medis, rasa nyeri sendi akibat asam urat terjadi karena penumpukan kristal monosodium urat di jaringan sendi. Ketika suhu tubuh turun — misalnya karena udara dingin dari kipas angin — kristal tersebut lebih mudah mengendap. Itulah mengapa penderita gout sering mengeluh nyeri di kaki atau jari saat cuaca dingin atau setelah tidur dengan kipas angin menyala semalaman.
Namun, hal itu hanya memicu gejala kambuh, bukan penyebab munculnya penyakit. “Kalau kadar asam urat dalam darah normal, tidur pakai kipas angin pun tidak akan menimbulkan nyeri,” tegas dr Aru.
Menurut dr Aru dan dr Rudy, asam urat disebabkan oleh akumulasi purin, yaitu zat alami dari makanan dan hasil metabolisme tubuh.
Beberapa sumber purin tinggi antara lain jeroan seperti hati, ginjal, atau usus. Kemudian daging merah dan makanan laut (udang, kerang, sarden).
Minuman beralkohol, terutama bir dan minuman manis dengan fruktosa tinggi juga mengandung purin.
Tubuh normalnya akan membuang kelebihan purin melalui ginjal. Namun pada penderita gout, proses ini terganggu sehingga kadar asam urat meningkat dan mengkristal di persendian.
Selain makanan, faktor genetik turut memengaruhi. Jika salah satu orang tua memiliki riwayat asam urat, anaknya memiliki risiko lebih tinggi mengalaminya. Pola hidup modern juga memperburuk situasi terlalu banyak duduk, kurang olahraga, stres, dan kebiasaan makan malam berlebihan.
“Generasi muda kini banyak yang terkena asam urat karena gaya hidup instan — junk food, minuman manis, dan kurang gerak. Ini yang jauh lebih berbahaya daripada sekadar kipas angin,” ujar dr Rudy.
Fenomena ini menunjukkan bagaimana informasi kesehatan yang keliru bisa cepat menyebar di dunia digital. Banyak masyarakat yang langsung mempercayai narasi tanpa memverifikasi sumber medis. “Masyarakat perlu lebih kritis dan selektif. Tidak semua yang viral itu benar,” kata dr Aru.
Platform seperti TikTok dan Instagram memang memudahkan penyebaran informasi, tetapi juga membuka celah bagi penyebaran hoaks kesehatan. Mitos seputar kipas angin hanyalah salah satu contoh dari banyak isu serupa yang kerap menyesatkan publik.
Para ahli mengimbau masyarakat untuk selalu merujuk pada sumber tepercaya, seperti dokter, rumah sakit, atau situs resmi lembaga kesehatan. “Jika ragu, konsultasikan langsung. Jangan jadikan media sosial sebagai pengganti dokter,” pesan dr Rudy.(gus,rls,dtc/dya)





