04 May 2025

Get In Touch

Komisi III DPR RI, AJI, dan LBH Pers Minta Kapolri Tindak Pelaku Kekerasan pada Dua Wartawan Saat Liput Demo May Day

Anggota Komisi III DPR RI, Abdullah.
Anggota Komisi III DPR RI, Abdullah.

SURABAYA (Lentera) – Tercatat setidaknya ada dua kekerasan yang diduga oleh oknum keamanan terhadap wartawan yang melakukan peliputan aksi peringatan Hari Buruh (May Day), Kamis (1/5/2025) kemarin.  

Anggota Komisi III DPR RI Abdullah, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk menindak tegas oknum polisi yang melakukan kekerasan wartawan saat melakukan peliputan aksi peringatan Hari Buruh  tersebut. Kekerasan terhadap jurnalis tidak boleh dibiarkan.

Kekerasan terhadap wartawan ini terjadi di dua tempat berbeda.  Yang pertama terjadi pada jurnalis Tempo, Jamal Abdun Nashr (32) di tengah aksi demonstrasi memperingati Hari Buruh Internasional atau May Day yang digelar di depan Kantor Gubernur dan DPRD Jawa Tengah, Semarang, Kamis (1/5/2025). Kemudian yang kedua terjadi pada Y, jurnalis dari media ProgreSIP saat meliput demonstrasi Hari Buruh alias Mayday di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.

Jamal mengungkapkan, dilansir dari republika Jumat (2/5/2025), aksi kekerasan yang dialaminya terjadi ketika aparat kepolisian tengah menangkap beberapa demonstran. Dia mengungkapkan ketika itu dia mendokumentasikan penangkapan pada demonstran. Namun, kemudian dia ditarik.

Jamal mengaku lehernya dipiting oleh lengan polisi berpakaian preman, kemudian dibawa ke halaman Kantor Dinas Sosial (Dinsos) Provinsi Jateng yang berlokasi di seberang Kantor Gubernur Jateng di Jalan Pahlawan. "Ditarik, sempat dipiting, terus dibanting. Kira-kira semenit lebih," ucap Jamal.

Saat itu, Jamal mengaku sempat menunjukkan kartu persnya, tapi malah ditanya kenapa merekam sambil bilang mereka adalah aparat. Bahkan oknum polisi itu juga sempat meminta ponsel dan menyuruh untuk menghapus rekaman tersebut. Akhirnya, Jamal dilepaskan setelah beberapa jurnalis lain menghampirinya. "Teman-teman jurnalis lain langsung pada bantuin untuk ngeluarin," ujarnya.

Sementara itu, dilansir dari Tempo Jumat (2/5/2025), kekerasan terhadap Y, dari media ProgreSIP diduga dilakukan aparat berjumlah 10 orang. AJI Jakarta dan LBH Pers mengatakan jurnalis berinisial Y tersebut mengalami pengeroyokan ketika polisi berupaya membubarkan massa aksi Hari Buruh secara paksa. Pengeroyokan tersebut terjadi di depan Restoran Talaga Senayan pada sore hari, sekitar pukul 17.25 WIB.

“Meski telah menunjukkan kartu pers sebagai awak media, sekelompok orang berpakaian bebas yang diduga anggota polisi tetap melakukan kekerasan,” kata AJI dan LBH Pers dalam keterangan tertulis pada Jumat (2/5/2025) dikutip dari tempo.

AJI dan LBH Pers mengatakan para pelaku sulit diidentifikasi karena tidak mengenakan seragam.

Produser ProgreSIP, Setyo A. Saputro, mengatakan Y mengalami kekerasan mulai dari ditarik, dicekik, dipukul, serta dipiting lehernya.

Setyo mengungkapkan kejadian ini bemula ketika Y sedang merekam situasi di depan gedung DPR saat massa aksi telah dibubarkan paksa oleh polisi. Namun, sejumlah orang meneriaki Y adalah “anarko”. Sosok yang meneriaki Y, menurut keterangan Setyo, juga terlibat dalam membubarkan massa aksi. Aksi di depan gedung DPR memang sempat berujung ricuh.

Kemudian Y diminta untuk menghapus rekamannya. “Juga menggeledah seluruh saku Sdr. Y dan memaksanya menghapus rekaman dari kamera,” kata Setyo.

Kemudian, seorang pria bernama Andi yang mengaku dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Rahadian datang. Andi menegaskan bahwa Y adalah seorang jurnalis. Setelah itu, orang-orang yang diduga aparat membubarkan diri dan meninggalkan lokasi.

Atas kejadian tersebut, Abdullah mengatakan tindakan oknum polisi itu tidak boleh dibiarkan, karena telah mengancam kebebasan pers. Sebab, oknum polisi itu telah melakukan kekerasan, dengan cara menarik, memiting, memukul, dan membanting Wartawan.

Padahal, kata Abdullah, Jamal sudah menunjukkan ID persnya, namun tetap saja sang wartawan ditarik dan dibanting. Bahkan, oknum polisi itu memaksa Jamal menghapus rekaman video di ponselnya. Jamal memang sempat merekam tindakan aparat yang tidak manusiawi terhadap peserta demo yang ricuh di Semarang, Kamis (1/4/2025).

"Ini jelas ancaman bagi para wartawan. Mereka bekerja dilindungi undang-undang. Kekerasan terhadap wartawan harus dihentikan. Pelaku harus ditindak," ucapnya, Jumat (2/5/2025).

Abdullah menegaskan bahwa polisi seharusnya tidak bersifat arogan. Mereka tidak boleh seenaknya melakukan tindakan kekerasan. Apalagi secara jelas wartawan itu sudah menunjukkan ID persnya.

Oleh karena itu, Abdullah meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk memindak tegas oknum polisi yang telah melakukan kekerasan terhadap wartawan. Propam harus bertindak cepat melakukan pemeriksaan terhadap oknum polisi yang telah melakukan pelanggaran.

"Kapolri harus menindak tegas anak buahnya yang melanggar aturan. Kekerasan terhadap wartawan tidak boleh dibiarkan. Ketegasan kapolri akan menjadi pelajaran bagi polisi yang lain agar tidak melakukan kekerasan," bebernya.

Legislator asal Dapil Jawa Tengah VI itu berharap tindak kekerasan itu tidak terjadi lagi kepada para wartawan. Wartawan harus dilindungi dalam menjalankan tugasnya yang diatur khusus dalam undang-undang.

Sementara, menurut AJI Indonesia, terdapat 73 kasus kekerasan terhadap jurnalis dan media sepanjang 2024. Kekerasan ini meliputi berbagai bentuk, mulai dari kekerasan fisik hingga serangan digital.

Kemudian LBH Pers mencatat 87 serangan terhadap jurnalis, media, dan narasumber sepanjang 2023. Komnas Perempuan juga mencatat peningkatan kasus kekerasan terhadap jurnalis, termasuk kekerasan berbasis gender yang dialami jurnalis perempuan.

"Harus ada gerakan nyata untuk melindungi wartawan dari tindak kekerasan. Kami berharap tidak ada lagi wartawan yang menjadi korban kekerasan," pungkas Abdullah.

AJI dan LBH Pers juga mendesak Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Polri) Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Kepala Polda Metro Jaya Inspektur Jenderal Karyoto beserta jajarannya mengusut kasus kekerasan dan intimidasi jurnalis tersebut. Sebab, tindakan itu menghambat jurnalis dalam mencari informasi, sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999.

AJI dan LBH Pers juga mendesak Kapolri Listyo Sigit Prabowo mengeluarkan peraturan yang melarang anggotanya menyaru dengan menggunakan pakaian bebas saat bertugas mengawal aksi demonstrasi.

Kekerasan terhadap jurnalis saat meliput demonstrasi Mayday juga terjadi di Semarang. Jurnalis Tempo Jamal Abdun Nasr, mengalami dua kali kekerasan oleh aparat.  (*)

Editor : Lutfiyu Handi
Berbagai Sumber

 

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.