15 August 2025

Get In Touch

Pembatasan Sound Horeg Cegah Gangguan Pendengaran

Ketua Fraksi Demokrat DPRD Jatim, dr. Agung Mulyono
Ketua Fraksi Demokrat DPRD Jatim, dr. Agung Mulyono

SURABAYA (Lentera) — Ketua Fraksi Partai Demokrat DPRD Jawa Timur, dr. Agung Mulyono, menilai pembatasan penggunaan sound horeg menjadi langkah penting melindungi kesehatan pendengaran masyarakat.

Hal ini ia sampaikan terkait dukungannya terhadap Surat Edaran (SE) Bersama yang diterbitkan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa bersama Kapolda Jatim dan Pangdam V/Brawijaya mengenai pembatasan tingkat kebisingan sound system di berbagai kegiatan.

“Sebagai dokter, saya sangat mengapresiasi langkah ini. Paparan suara yang terlalu keras dalam waktu lama bisa menyebabkan gangguan pendengaran permanen atau Noise-Induced Hearing Loss (NIHL). Ini bukan ancaman sepele,” ungkap dr. Agung, Selasa (12/08/2025).

SE Bersama yang berlaku sejak 6 Agustus 2025 ini mengatur batas kebisingan maksimal 120 dBA untuk sound system statis seperti pada kegiatan kenegaraan, pertunjukan musik, atau seni budaya, dan 85 dBA untuk sound system non-statis seperti karnaval atau unjuk rasa.

Aturan terebut juga mewajibkan penghentian pengeras suara saat melintas di rumah ibadah ketika ibadah berlangsung, rumah sakit, saat ada ambulans yang membawa pasien, dan ketika proses belajar-mengajar di sekolah.

Selain itu, SE Bersama juga mencakup persyaratan kelayakan kendaraan pengangkut sound system, larangan penggunaan untuk kegiatan yang melanggar norma agama, kesusilaan, atau hukum, serta kewajiban mengurus izin keramaian. Penyelenggara juga diminta membuat surat pernyataan tanggung jawab atas potensi kerugian materiil maupun korban jiwa.

dr. Agung mengingatkan, menurut standar WHO dan Kementerian Kesehatan, paparan suara di atas 85 dBA selama lebih dari 8 jam per hari dapat merusak sel-sel rambut halus pada koklea di telinga dalam yang berfungsi mengirimkan sinyal suara ke otak. Kerusakan ini bersifat permanen.

“Untuk suara yang mencapai 120 dBA, kerusakan bisa terjadi bahkan hanya dalam hitungan menit. Selain gangguan pendengaran, kebisingan ekstrem dapat memicu stres, gangguan tidur, tekanan darah tinggi, hingga risiko penyakit jantung,” jelasnya.

Anggota DPRD Jatim dari Dapil Banyuwangi-Bondowoso-Situbondo ini juga menyoroti kebiasaan sebagian masyarakat yang menggunakan sound horeg dengan volume berlebihan tanpa memperhatikan waktu dan lokasi. Menurutnya, hal tersebut berpotensi meningkatkan kasus tinnitus (denging di telinga) dan hiperakusis (sensitivitas berlebih terhadap suara).

“Kita bukan melarang hiburan atau kegiatan budaya, tetapi mengatur agar tidak menimbulkan dampak negatif, baik secara sosial maupun medis,” pungkasnya.

Reporter: Pradhita|Editor: Arifin BH

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.