20 July 2025

Get In Touch

Trans Jatim Koridor VII Gagal Masuk Surabaya, Ini Kata DPRD

Ketua Komisi C DPRD Kota Surabaya Eri Irawan. (Amanah/Lentera)
Ketua Komisi C DPRD Kota Surabaya Eri Irawan. (Amanah/Lentera)

SURABAYA (Lentera) - Rencana pengoperasian layanan Trans Jatim Koridor VII menuai sorotan setelah muncul kabar rute yang semula dirancang melintasi Sidoarjo, Gresik, dan Surabaya akan dialihkan ke Lamongan. DPRD Kota Surabaya mengatakan pentingnya integrasi transportasi antardaerah, serta menepis anggapan bahwa Kota Surabaya menolak kehadiran bus antarkota tersebut.

Ketua Komisi C DPRD Surabaya, Eri Irawan, mengatakan, pengembangan transportasi umum di wilayah perkotaan seperti Surabaya harus berjalan secara terintegrasi dengan perencanaan jangka panjang yang disusun Dinas Perhubungan (Dishub) Surabaya.

Ia menjelaskan tiga poin penting terkait polemik Trans Jatim Koridor VII. Pertama, terkait tudingan bahwa Pemkot Surabaya menolak Trans Jatim masuk ke Terminal Intermoda Joyoboyo (TIJ). 

Eri menilai, langkah Pemkot sudah sesuai karena tetap mengakomodasi kehadiran Trans Jatim melalui sistem intermoda. Menurutnya, bus antarkota seperti Trans Jatim sebaiknya berhenti di batas kota, seperti Karangpilang, untuk selanjutnya disambut oleh layanan feeder dari Dishub Surabaya.

“Artinya, sebenarnya sudah ada solusi. Jangan seolah-olah Surabaya menolak, padahal sudah diberi skema lanjutan. Apalagi, saat ini integrasi antara Trans Jatim dan moda transportasi lokal di Surabaya sudah berjalan melalui halte-halte yang saling terhubung,” jelas Eri, Sabtu (19/7/2025).

Kedua, Eri menyoroti pentingnya pendekatan berbasis data dalam menentukan rute layanan. Menurutnya, Dishub Jatim dan Dishub Surabaya sama-sama menghadapi keterbatasan sumber daya, sehingga pengembangan rute harus mempertimbangkan pola bangkitan perjalanan dan waktu tempuh. 

Politisi dari PDI Perjuangan ini menyebut, rute yang dipermasalahkan itu berpotensi memakan waktu lebih dari tiga jam hingga tiba di Surabaya, sementara pola pergerakan penumpang belum optimal.

“Kalau hitungan bangkitannya rendah dan waktu tempuhnya lama, tentu pembiayaannya tidak efisien. Itu yang saya dengar jadi pertimbangan utama kenapa rute dialihkan ke Lamongan. Jadi jangan Surabaya dijadikan kambing hitam,” sebutnya.

Ketiga, Eri menekankan pentingnya koordinasi lintas sektor dalam membangun sistem transportasi umum yang efektif. Ia mengajak semua pihak, baik di tingkat pusat maupun daerah, untuk mengedepankan komunikasi dan kolaborasi demi menciptakan layanan yang tepat sasaran.

Selain itu, ia juga mengungkapkan, ke depan perlu dilakukan mitigasi bersama antara Pemprov Jatim dan Pemkot Surabaya dalam membuka rute baru maupun merancang skema integrasi antarmoda agar pelayanan benar-benar menjawab kebutuhan masyarakat.

“Jangan simplifikasi masalah dengan menyebarkan narasi bahwa rute ini batal karena tidak bisa masuk TIJ. Komunikasi yang solid dan integrasi kebijakan jadi kunci keberhasilan sistem transportasi,” tutupnya. (*)

Reporter: Amanah
Editor : Lutfiyu Handi

 

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.