
BLITAR (Lenteratoday) - Terkait penangkapan Bupati Nganjuk, Novi Rahman Hidayat dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Bareskrim Mabes Polri dalam dugaan kasus suap jual beli jabatan di lingkup Pemkab Nganjuk. Wakil Bupati (Wabup) Blitar, Rahmat Santoso ikut angkat bicara, karena menyebutkan adanya keanehan dalam kasus tersebut.
Wakil Bupati Blitar, Rahmat Santoso mengatakan jika kasus Bupati Nganjuk bukan OTT, meskipun ditemukan uang tunai kurang lebih Rp 600 juta dalam brankas pribadi Bupati Nganjuk, Novi Rahman Hidayat. "Menurut saya atas penemuan uang tunai di dalam brankas, tidak masuk kategori OTT atau tertangkap basah melakukan suatu tindak pidana," ujar Rahmat Santoso
yang juga masih menjabat Ketua Umum DPP IPHI ini.
Wakil Bupati yang dikenal sebagai pengacara "ibukota" ini juga menjelaskan jika penyimpanan uang dalam brankas pribadi bukan perbuatan melawan hukum, selain itu uang sebesar Rp 600 juta yang ada dalam brankas Bupati Nganjuk masih dalam batas kewajaran. "Apakah kepemilikan atau penyimpanan uang tunai di brankas adalah perbuatan yang dilarang oleh hukum positif di Indonesia? Undang-undang sama sekali tidak melarang untuk memiliki brankas ataupun menyimpan uang tunai di dalam brankas. Nilai dalam brankas pribadi Bupati Nganjuk, saya nilai juga masih wajar jika memperhatikan profil pribadi Bupati Nganjuk yang juga sebagai seorang pengusaha sukses, " jelasnya.
Selain itu lanjut Wabup yang juga penggemar motor gede (moge), meskipun saat ini ada program pemerintah pengurangan penggunaan uang tunai (cashless society). Akan tetapi tidak semua masyarakat Indonesia memiliki gaya hidup modern, yang mempercayakan penyimpanan uang sepenuhnya di lembaga keuangan ataupun melek teknologi. "Tidak dapat disangkal bahwa budaya masyarakat Indonesia yang menyimpan uang tunai di bawah bantal, hingga saat ini masih belum pupus sepenuhnya, " papar Rahmat yang juga menjabat Vice President Kongres Advokat Indonesia (KAI) ini.
Oleh karena itu Wabup Blitar yang dilantik Pebruari 2021 lalu ini, juga mengingatkan jika negara kita adalah negara hukum yang menganut asas praduga tak bersalah termasuk dalam kasus Bupati Nganjuk. "Tentunya asas praduga tak bersalah tetap dijunjung tinggi, maka saya menghimbau agar masyarakat membiasakan husnudzon atau berbaik sangka dalam melihat segala permasalahan dan tidak mendahulukan prasangka buruk tanpa mengetahui kebenarannya, " tandasnya.
Wabup Rahmat mengungkapkan berkaca pada kasus penangkapan Bupati Nganjuk ini, juga bisa menjadi pelajaran bagi pejabat daerah untuk tidak menyimpan uang di brankas meskipun sebenarnya tidak melanggar hukum. "Untuk itu saya menghimbau seluruh kepala daerah untuk tidak memiliki brangkas dan menyimpan uang tunai di kantor, karena apabila ada seseorang yang tidak suka maka bisa di jebak dengan hal yang menurut saya remeh dan tidak masuk akal. Makanya kalau simpan uang jangan lebih dari Rp 200.000 saja ya," ungkapnya sambil tertawa.
Karena ditegaskan Wabup Rahmat tidak mungkin semua orang suka dengan kita, termasuk kebijakannya sebagai kepala daerah. Orang-orang yang sudah nyaman dengan kondisi yang lama, dengan adanya kebijakan baru maka mereka akan menggunakan segala cara untuk menjatuhkan. "Karena jabatan itu amanah rakyat, namun ketika biaya politik itu mahal maka bupati atau wakil bupati harus iklhas karena itu lah sebuah pesta demokrasi rakyat. Namun ada juga seseorang yang tidak memiliki modal cukup, namun menginginkan jabatan yang tinggi dengan modal menjebak dengan uang recehan, " tegasnya.
Ditambahkan Wabup Rahmat jika diperhatikan tentu tidak sebanding, dengan apa yang sudah di keluarkan oleh Bupati Nganjuk. Semua sudah tahu, serta masyarakat mulai pintar siapa yang menjebak siapa yang dijebak. "Pada saat Pilkada semua masyarakat juga paham siapa yang mengeluarkan modal, pastinya bupati lah yang mengeluarkan modal politik semuanya. Tapi ada yang tidak modal, namun ingin jabatan tinggi sehingga perkara ini jadi aneh," imbuhnya.(ais)