
JOMBANG (Lenteratoday) – Kasus kekerasan seksual yang diduga melibatkan putra kyai Jombang berbuntut penganiayaan aktivis HAM. Ini diuangkapkan Direktur Women's Crisis Center (WCC) Jombang, Ana Abdillah (26) yang mendampingi korban penganiayaan sekaligus aktivis HAM.
Ana menduga, penganiayaan terhadap Rani berkaitan dengan kasus seksual putra kiai Ploso. Rani merupakan mantan santriwati ponpes Ploso yang dikeluarkan. Kini, dia juga menjadi saksi kunci dalam kasus dugaan seksualitas.
Gerombolan pria menganiaya seorang cewek yang juga aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Korban bernama Rani alias MS (23).
Gerombolan pria itu mengendarai mobil berisi enam orang dan tiba-tiba mendatangi Rani. Saat menghamoiri Rani, salah seorang dari mereka memukuli dan membenturkan kepala korban ke tembok.
Tak hanya itu, mereka juga merampas sebuah ponsel milik Rani. Peristiwa tragis itu terjadi pada Minggu (9/5/2021). Setelah kejadian itu, hingga saat ini Rani masih mengalami trauma. Apakah kasus penganiayaan terhadap Rani berkaitan dengan kasus seksual putera kiai d Poloso Jombang?
Direktur Women's Crisis Center (WCC) Jombang, Ana Abdillah (26) mengungkapkan, intimidasi terhadap korban dan keluarganya terjadi sejak kasus seksual dengan tersangka putera dari kyai pemilik pondok di Ploso.
Intimidasi yang diberikan kepada Rani dan keluarganya berupa ancaman serta upaya mencari keberadaannya mereka. Setelah penganiayaan pada minggu lalu, korban ketakutan.
"Dia itu pastinya ketakutan tidak berani pulang ke rumah sehingga dia sekarang. Posisinya diamankan di salah satu tempat yang juga rekomendasi dari LPSK," bebernya.
Sekadar diketahui, kasus kekerasan seksual tak lama ini menyeret nama putera seorang kiai di Kecamatan Ploso Jombang. Sedangkan Rani adalah salah satu santriwati di pondok pesantren tersebut.
Teridentifikasi ada lima korban yang berani melaporkan, sejak 29 Oktober 2019 di Polres Jombang dan diambil alih oleh Polda Jatim pada awal tahun 2020.
Rani merupakan mantan santriwati yang dikeluarkan dari Pondok Ploso setelah terbongkarnya kasus kejahatan asusila ini. Apalagi, Rani adalah salah satu saksi kunci dari kasus tersebut.
Adanya kejadian penganiayaan ini pihaknya mendesak penegak hukum dan Pemerintah Daerah turun tangan merespon untuk memberikan perlindungan terhadap korban penganiayaan.
Korban merupakan perempuan yang berani menyuarakan kasus kekerasan seksual di Jombang agar segera diusut hingga tuntas sehingga dia layak mendapatkan perlindungan.
"Kami sudah dengan dinas terkait bagaimana korban ini aman," terangnya.
Adapun kronologi penganiayaan terhadap Rani berlangsung cepat. Rani dianaya gerombolan pria saat menghadiri Khataman Qur'an di kampungnya, Desa Pandanblole, Kecamatan Ploso, Kabupaten Jombang, Jawa Timur.
Informasi terkait penganiayaan terhadap aktivis perempuan di Jombang ini sempat beredar di group WhatsApp dengan format bertuliskan Darurat!! Segerombolan orang melakukan penganiayaan terhadap perempuan pembela Ham di Jombang dan mengintimidasi keluarga.
Ana Abdillah membenarkan pesan darurat yang telah beredar luas di grup WhatsApp tersebut. Dia mewakili korban menyampaikan terkait kronologi penganiayaan kekerasan fisik hingga mengakibatkan korban trauma.
"Saya mewakili korban karena saat ini kondisinya masih trauma apalagi dia dalam perlindungan LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) sehingga saya menyampaikan pada kawan-kawan media dia tidak bisa di wawancara," ungkapnya saat ditemui di Kantor WCC, Jl Pattimura, Jabon, Kabupaten Jombang.
Ana menceritakan sesuai pengakuan korban, saat itu korban diundang menghadiri Khataman Qur'an di Desa Pandanblole, Kecamatan Ploso, Kabupaten Jombang, pada Minggu (9/5/2021). Kemudian, ada enam pria turun dari mobil. Seorang pelaku tiba-tiba menghampiri korban dan membenturkan kepalanya ke tembok.
"Ada satu orang lagi mengambil Handphone Vivo milik korban, dirampas (pelaku, red) gak ngomong apa-apa. Korban sempat diancam kamu tidak akan selamat," jelasnya.
Kasus penganiayaan tersebut telah resmi dilaporkan dengan terbitnya Surat Tanda Bukti Laporan Nomor TBL-B/15/III/RES.1.6./2021/RESKRIM/Jombang/SPKT/Polsek Ploso pada 9 Mei 2021. Korban melakukan visum untuk melengkapi berkas laporan.
Setelah itu, korban kembali didatangi oleh segerombolan orang yang melakukan upaya intimidasi terhadap keluarga korban. Kedatangan sekelompok orang itu motif dan tujuannya tidak jelas.
"Jadi sebenarnya ini, juga bisa dibilang karena asumsi dari kawan-kawan kami menduga berkaitan kasus dampak dari proses hukum M Sub (inisial) yang tidak segera naik prosesnya," ucap Ana.
Kasus kekerasan terhadap aktivis perempuan sekaligus mahasiswi yang dilakukan oleh segerombolan orang kini dalam penyelidikan oleh Satreskrim Polres Jombang.
Kasat Reskrim Polres Jombang, AKP Teguh Setiawan mengatakan pihaknya telah menerima pelimpahan berkas laporan dari Polsek Ploso terkait kasus penganiayaan terhadap aktivis perempuan tersebut.
"Sudah kami terima sekarang masih pendalaman pemeriksaan tambahan korban karena baru kemarin dilimpahkan ke Polres," ujarnya saat dikonfirmasi SURYA.co.id melalui seluler, Selasa (11/5/2021).
Teguh mengklarifikasi saat laporan korban di Polres Jombang justru diarahkan ke Polsek Ploso. Dia menerangkan korban saat itu tidak membawa bukti-bukti karena itulah yang bersangkutan diminta membawa kardus Handphone dan kartu identitas KTP.
Ini sebagai bukti kepemilikan Handphone yang dirampas oleh pelaku penganiayaan. "Akhirnya yang bersangkutan melapor ke Polsek Ploso dan diterima. Namun karena Polsek Ploso tidak ada kewenangan menyidik maka kami tarik dan dilimpahkan kemarin Senin siang," jelasnya.
Dia menjelaskan seseorang mengembalikan Handphone milik korban di Polsek Ploso. Pihaknya belum dapat memastikan terkait motif perampasan Handphone dan penganiayaan terhadap korban aktivis perempuan tersebut.
"Jadi setelah diambil itu tidak lama kemudian diserahkan ke Polsek sama pelakunya dan Handphone yang bersangkutan diamankan sebagai barang bukti," terangnya.
Berdasarkan pengakuan korban bahwa yang bersangkutan dibenturkan ke tembok oleh pelaku. Selain itu, pihaknya juga tidak berani menyimpulkan pelaku adalah orang suruhan yang berkaitan dengan pondok di Ploso.
"Karena itu pendalaman kasus ini perlu saksi dan yang bersangkutan dihadirkan untuk pemeriksaan," pungkasnya.(ist)