BATU, (Lenteratoday) - Gelar press conference di Cafe Dendeng Ontong pada Sabtu (19/6/2021), Batu, Komnas Perlindungan Anak (PA) dan Korban, kembali tekankan pelaporan kasus kekerasan ini bukan upaya penutupan sekolah.
Arist Merdeka Sirait menjelaskan, pelaporan kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh JE, merupakan lonceng ancaman serius bagi dunia pendidikan dan anak-anak. Dengan daripada itu, pelaku harus segera ditindaklanjuti sesuai dengan hukum yang berlaku.
Rabu lalu, ada 14 korban yang sudah dimintai keterangan. Sementara itu, korban lain masih melakukan proses trauma healing dan pendampingan secara psikologis. Namun, pendampingan psikologis tak cukup, melalui awak media Arist juga ingin mengajak masyarakat untuk bisa memberikan dukungan kepada korban.
"Dukungan psikososial juga sangat penting untuk korban, dari dukungan ini kami berharap, korban bisa cepat pulih dan menguatkan korban," ujar Arist. "Karena ada banyak tekanan juga dari dalam (pihak sekolah)," kata Arist.
"Bagaimanapun kejahatan ini harus diungkap, pelaku harus dijerat dan dihukum karena perbuatannya," lanjutnya menjelaskan.
Sejauh ini, ada penambahan pelaku anyar yang juga dilaporkan oleh korban. Ada 5 pengelolah sekolah, yang diduga mengetahui kejadian kekerasan seksual, namun memilih untuk bungkam. Arist juga menerangkan, bahwa ada penambahan Tempat Kejadian Perkara (TKP), kekerasan seksual di Surabaya.
Dalam kesempatan ini Arist juga menjelaskan, bahwa laporan ini bukanlah upaya untuk menutup sekolah. "Ini bukan upaya penutupan sekolah, korban hanya mencari keadilan," Kata Arist menuturkan.
Korban yang turut hadir juga menjelaskan bahwa ini adalah upaya mereka untuk menyelamatkan adik-adik yang masih ada di dalam Sekolah Selamat Pagi Indonesia (SPI).
"Kami tentu berharap pelaku segera ditangkap dan dihukum. Ini juga bisa jadi evaluasi untuk sekolah-sekolah, khususnya boarding school di Indonesia semakin baik lagi dan aman bagi anak-anak kedepannya." Tutup ia dalam press conference siang tadi. (ree)
.jpg)
