24 April 2025

Get In Touch

FKLSM Desak APH Usut Dugaan Bancakan Aliran Dana Covid-19 Jember

Salah satu kondisi wastafel covid19 di Jember yang nampak memprihatinkan.
Salah satu kondisi wastafel covid19 di Jember yang nampak memprihatinkan.

JEMBER (Lenteratoday) - Forum Komunikasi Lembaga Swadaya Masyarakat (FKLSM) Kabupaten Jember menyampaikam rilis terkait aliran pengunaan dana percepatan penanganan Covid-19 tahun 2020, Senin (13/9/2021).

Juru bicara FKLSM Kustiono Musri atau akrab dipanggil Cak Kus mengatakan, rilis resmi itu dari FKLSM dan kebetulan sudah ditanda tangani kordinator FKLSM Gus Saif. Dalam rilisnya, FKLSM menjelaskan aliran dana percepatan penanganan Covid-19 yang bersumber dari refocusing anggaran APBD tahun 2020 tersebut dengan total Rp 107 miliar yang masih bermasalah sesuai LHP BPK RI. Termasuk penggunaan anggaran miliaran yang bermasalah untuk pengadaan wastafel atau sarana cuci tangan di sekolah-sekolah hingga pasar dan kantor desa.

Sejumlah bukti-bukti data hasil temuan yang dimiliki FKLSM juga menjelaskan, bahwa banyak pihak yang menerima honor selama pelaksanaan penanganan pandemi di Kabupaten Jember.

Dari satu SK yang diduga ditanda tangani Bupati Faida saja ada sejumlah Rp 14,1 miliar mengalir deras ke kantong-kantong pejabat, aparat, petugas pemakaman hingga relawan.

Bukti-bukti ini sempat diserahkan FKLSM kepada Pansus Covid-19 DPRD Jember awal pekan lalu. "Ada kesan bancakan dana Covid begitu kental. Semua kegiatan mendapatkan honor mulai Rp.100 ribu - 200 ribu per kegiatan sampai dengan honor perbulan mulai Rp.500 ribu/bulan sampai Rp.5,290 juta/bulan. Personilnya mulai level Kuasa Pengguna Anggaran, Bendahara Pengeluaran, Pejabat Pembuat Komitmen dan PPTK," tulis FKLSM dalam rilis yang ditanda tangani KH Ayyub Saiful Ridjal atau akrab dipanggil Gus Saif.

Di data lainnya, FKLSM menyebut Bupati dan pejabat Forkopimda menerima honor. Menariknya tidak ada nama Kapolres dan Pimpinan DPRD seperti ketua ataupun para wakilnya. Belakangan diketahui Kapolres saat itu AKBP Aries Supriyono sengaja menolak menjadi penerima honor.

Sedangkan Pimpinan DPRD tidak masuk diduga penyebabnya karena saat itu bupati bermasalah dengan DPRD Jember. Saat itu DPRD tengah melakukan proses politis dengan memakzulkan Bupati Faida. "Di dokumen lain, tercatat ada juga anggota Forkopimda (Forum Komunikasi Pimpinan Daerah) yang mendapatkan honor. Namun hanya terbatas pada Bupati, Wakil Bupati, Ketua Pengadilan, Kepala Kejaksaan dan Komandan Kodim. Sedang Kapolres dan Ketua DPRD tidak tercantum dalam daftar Forkopimda penerima Honor," terangnya.

Tidak hanya itu, bukti-bukti lainnya adalah mark up atau penggelembungan pengadaan peti mati dan kantong mayat. Data yang ada menyebutkan ada pengadaan sejumlah peti mati seharga Rp 3 juta.

Padahal, harga satuan yang disarankan sesuai Surat Menteri Keuangan S-275/MK.02/2020 tertanggal 6 April 2020 dan SK Menkes HK.01.07/MENKES/4344/2021 tertanggal 5 April 2021 harga yang disarankan sebesar Rp 1.750.000. Sementara harga pengadaan kantong mayat seharga Rp 190 ribu sedangkan sesuai Kemenkes harusnya seharga Rp 100.000.

Kustiono Musri berharap dengan fakta-fakta yang ada, agar aparat penegak hukum penegak hukum bisa lebih bisa lebih serius menjalankan tugas dan fungsinya tanpa tanpa tebang pilih.
"Ke depan, kejadian seperti ini diharapkan tidak terulang dan bisa menjadi momentum bagi Jember menjadi lebih baik dalam segala hal," pungkasnya. (mok)

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.