22 April 2025

Get In Touch

KPK Cecar Eks Menkop UKM Syarief Hasan Soal Penyaluran Dana LPDB-KUMKM

Wakil Ketua MPR RI, Syarief Hasan (Dok. DPR RI)
Wakil Ketua MPR RI, Syarief Hasan (Dok. DPR RI)

JAKARTA (Lenteratoday) -KPK memeriksa Menteri Koperasi, Usaha Kecil, dan Menengah (Menkop UKM) 2009-2014, Syarief Hasan. Syarief diperiksa terkait alokasi penyaluran dana dari Kemenkop UKM kepada LPDB-KUMKM di Provinsi Jawa Barat.

Syarief yang saat ini menjabat Wakil Ketua MPR RI diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Direktur Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (LPDBKUMKM) 2010-2017, Kemas Danial (KD). Syarief diperiksa di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi (ACLC) KPK, Jakarta.

“Saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan teknis dilakukannya alokasi penyaluran dana dari Kementerian Koperasi dan UMKM,” kata Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (5/12/2023).

Ali menuturkan, Tim Penyidik juga mendalami laporan pertanggungjawaban penggunaan dana tersebut.

Dalam kasus yang diduga membuat negara rugi Rp 116,8 miliar ini, KPK telah menetapkan empat orang tersangka. Mereka adalah Direktur LPDB-KUMKM 2010-2017 Kemas Danial dan Ketua Pengawas Koperasi Pedagang Kaki Lima Panca Bhakti Jawa Barat Dodi Kurniadi.

Pemeriksaan dilakukan dalam penyidikan kasus dugaan korupsi penyaluran dana bergulir oleh LPDBKUMKM tahun 2012-2013. Selain itu, kata Ali, penyidik mendalami pengetahuan saksi Syarief terkait pelaporan pertanggungjawaban atas penggunaan dana itu.

Sementara itu, kepada wartawan, Syarief menuturkan, dalam pemeriksaan itu dia menjelaskan kepada penyidik KPK soal tugas-tugasnya saat menjadi Menkop UKM.

"Hanya tugas-tugas menteri di bidang pengawasan," kata dia yang dikutip Antara.

Empat tersangka

Dalam kasus itu, KPK telah menetapkan empat orang tersangka. Mereka ialah KD, Dodi Kurniadi (Ketua Pengawas Koperasi Pedagang Kaki Lima Panca Bhakti/Kopanti Jabar), Deden Wahyudi (Sekretaris II Kopanti Jabar), dan Stevanus Kusnadi (Direktur PT Pancamulti Niagapratama).

Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan, pada 2012, Stevanus selaku Direktur PT PN menemui Kemas dengan maksud menawarkan bangunan Mal Bandung Timur Plaza (BTP).

Saat itu, kondisi bangunan BTP belum selesai 100%. Stevanus menawarkan kepada Kemas agar dapat membantu dan memfasilitasi pemberian pinjaman dana dari LPDB-KUMKM. Kemas pun menyetujui penawaran tersebut.

Dia lalu merekomendasikan Steva nus untuk menemui Andra A Ludin (Ketua Pusat Kopanti Jabar) agar bisa mengondisikan teknis pengajuan pinjaman dana bergulir melalui permohonan ke Kopanti Jabar.

Sesuai arahan Kemas, Andra A Ludin kemudian meminta Dodi Kurniadi mengajukan permohonan pinjaman Rp90 miliar kepada LPDB-KUMKM. Uang itu digunakan untuk pembelian kios di Mal BTP seluas 6.000 meter persegi yang akan diberikan kepada 1.000 pelaku UMKM. KPK mengungkapkan, data pelaku UMKM yang dilampirkan tidak mencapai 1.000 orang.

Data itupun diduga fiktif. Meski begitu, tetap dipaksakan agar dana bergulir itu bisa segera dicairkan melalui pembukaan rekening bank yang dikoordinasikan oleh Deden. Agar penyaluran dana bergulir segera terealisasi, Kemas membuat surat perjanjian kerja sama dengan Kopanti Jabar tanpa mengikuti dan berpedoman pada analisa bisnis serta manajemen risiko.

Macet

Periode 2012-2013, telah disalurkan pinjaman dana bergulir kepada 506 pelaku UMKM binaan Kopanti Jabar. Totalnya Rp116,8 miliar dengan jangka waktu pengembalian 8 tahun.

Semua uang itu di-autodebet melalui rekening bank milik Kopanti Jabar. Lalu, dibayar ke rekening Bank BTPN milik Stevanus sebesar Rp98,7 miliar. Menurut KPK, dari pinjaman itu, Stevanus hanya mengembalikan Rp3,3 miliar sehingga masuk kategori macet. Kemas lalu mengeluarkan kebijakan untuk mengubah masa waktu pengembalian menjadi 15 tahun. KPK

menduga telah Kemas menerima uang sebesar Rp13,8 miliar dan fasilitas kios usaha ayam goreng di Mal BTP dari Stevanus. Sementara, tersangka Dodi Kus nadi dan Deden Wahyudi turut menikmati dan mendapat fasilitas mobil serta rumah dari Kopanti Jabar. Akibat perbuatan para tersangka, mengakibatkan kerugian keuangan negara sekitar Rp116,8 miliar lebih (*)

Editor: Arifin BH

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.