
JAKARTA (Lenteratoday) - Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto mengaku prihatin dengan sikap sejumlah organisasi masyarakat (ormas) keagamaan yang mulai ikut-ikutan dalam mengelola tambang. Setelah NU dan Muhammadiyah, kini Ormas Persatuan Islam (PERSIS) menyatakan ingin mengelola tambang. Bahkan MUI tengah mengkaji, untuk ikut memanfaatkan peluang ini.
"Fenomena ini seperti kisah Perang Uhud, dimana kaum Muslimin beramai-ramai turun dari bukit Uhud untuk berebut ghonimah (harta pampasan perang), dan meninggalkan tugas pokok pos penjagaan. Ujung-ujungnnya umat tidak terurus," tegas Mulyanto dalam keterangannya kepada Lenteratoday, Selasa(30/7/2024).
Anggota Fraksi PKS itu khawatir, fenomena ormas mengelola tambang ini bisa merusak tata kelola minerba sekaligus menjatuhkan wibawa ormas di mata umat. Karena itu, ia minta pemerintah dan pimpinan ormas mengkaji ulang kebijakan pengelolaan tambang.
Dalam penilaian Mulyanto pengelolaan tambang oleh ormas keagamaan sangat rawan, karena bisa menimbulkan kecemburuan di antara ormas. Sebab bisa jadi berikutnya ormas pemuda dan ormas lain akan ikut minta konsesi tambang. Sementara kita tahu jumlah ormas di Indonesia tidaklah sedikit.
"Akhirnya tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) menguap. Karena kita tidak bisa membedakan lagi tugas, fungsi, dan program-kegiatan antara sektor private, yang mengurusi ekonomi, dengan sektor ketiga, yang mengurusi masyarakat sipil. Terjadi tumpang-tindih. Lalu memicu kekacauan," terang Mulyanto.
"Itulah kenapa dalam UU Minerba, amanat pengusahaan minerba diberikan kepada badan usaha, termasuk koperasi. Karena ini masalah pengusahaan, yang harus dilakukan oleh ahlinya, mereka yang memiliki spesialisasi dan kompetensi," sambungnya.
Di sisi lain, Mulyanto menilai Pemerintah telah melanggar Undang-Undang Mineral dan Batubara (UU Minerba), karena memberikan prioritas khusus kepada ormas keagamaan untuk mengelola tambang. Padahal amanatnya, prioritas hanya diberikan kepada BUMN/BUMD.
Sebaiknya, kata dia pemerintah membatalkan aturan pemberian konsesi tambang ini. Mengingat umur pemerintahan tinggal beberapa bulan lagi. Mulyanto meminta di detik-detik akhir kekuasaan, pemerintah jangan membuat kebijakan yang dapat menimbulkan kekacauan.
"Menjelang purna tugas, mandeg pandito. Pemerintah semestinya bersiap-siap pamit mundur, dan memberi jalan kepada Presiden terpilih. Bukan malah ngegas kejar tayang saat injuri time. Umur Indonesia masih panjang. Estapeta pengabdian terus mengalir seperti panta rhei. Jadi tidak perlu grasa-grusu," tegasnya.
Reporter: Sumitro/Editor: Ais