Peduli Masa Depan Dunia Medis Indonesia, Alumni SMA Katolik St. Louis 1 Surabaya Gelar Seminar Lintas Generasi
SURABAYA (Lentera) - Tantangan dunia medis Indonesia yang kompleks menjadi perhatian serius alumni SMA Katolik St. Louis 1 Surabaya, dengan menggelar seminar bertajuk “Merangkai Masa Depan Dunia Medis di Indonesia”, Sabtu (14/6/2025).
Ikatan Alumni (IKA) SMAK St. Louis 1 Regional Surabaya 1 menggagas forum diskusi lintas generasi yang tidak hanya membahas aspek karier kedokteran, tetapi juga menyoroti kebutuhan membangun ekosistem medis yang berpihak pada masyarakat luas.
Selain menjadi ajang temu kangen, acara ini dirancang sebagai ruang reflektif sekaligus strategis, untuk menyumbangkan gagasan dan pengalaman dalam menghadapi berbagai tantangan sektor kesehatan Indonesia. Terutama di bidang edukasi, akses layanan, dan kesiapan mental tenaga medis muda.
Direktur RSUD Soewandhie Surabaya, dr. Billy Daniel Messakh, Sp.B dalam paparannya menyampaikan pengalaman hidupnya di Nusa Tenggara Timur menjadi titik awal, mengapa memilih profesi dokter. Ia menekankan pentingnya menjadikan dunia medis sebagai jalan pengabdian, bukan semata-mata pilihan karier.
“Saya menyaksikan sendiri banyak orang meninggal karena malaria, tanpa pertolongan medis. Saat itu saya berjanji suatu hari saya ingin bisa menolong mereka. Saya ingin menolong dan mengabdi melalui dunia kedokteran ini,” ungkap dr. Billy, saat menjadi narasumber seminar IKA SMAK St. Louis 1 Regional Surabaya 1, Sabtu (14/6/2025).
dr. Billy yang juga alumni angkatan 1987, menegaskan bahwa forum lintas alumni ini penting untuk membangkitkan semangat generasi muda agar tidak cepat menyerah dan mampu bertahan menghadapi kerasnya dunia medis. Ia berharap, dengan adanya jejaring alumni yang kuat, para lulusan baru dapat terbantu secara mental dan profesional.
Senada dengan itu, Guru Besar Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, Prof. DR. drg. Sindy Cornelia Nelwan, Sp.KGA(K) menekankan pentingnya memperluas pemahaman tentang dunia kedokteran sejak dini, pendidikan medis bukan hanya soal teknis keilmuan melainkan juga kesiapan mental dan wawasan karier jangka panjang.
“Melalui forum ini para alumni berusa untuk menyiapkan generasi yang tangguh. Karenanya kami berusaha membangun eksositem pendidikan dan menotoring yang tepat untuk berjejaring dari para senior yang sudah jauh melengkah ke depan, dengan kawan-kawan yang baru saja akan dan sedang memulai di dunia medis," terang perempuan yang juga alumni angkatan 1992.
Lebih lanjut, Ibunda penyanyi Bernadya itu menekankan bahwa forum alumni semacam ini bisa menjadi sarana pembinaan karier yang lebih informal namun sangat efektif. Selain itu, jejaring alumni dapat menjadi jembatan untuk membuka peluang riset kolaboratif, kerja sosial, hingga pengabdian masyarakat.
Sementara itu, Ketua Panitia Seminar yang juga Ketua IKA SMAK St. Louis 1 Regional Surabaya 1, Henry James Nelwan, ST, MIT menjelaskan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari komitmen alumni untuk terus hadir dan berkontribusi, tidak hanya di bidang pendidikan tetapi juga pembangunan SDM di sektor kesehatan.
“Ini bukan hanya soal reuni. Kami ingin menghidupkan kembali peran alumni sebagai jejaring aktif yang bisa saling membantu dan membimbing. Kami punya prinsip dari alumni, oleh alumni, dan untuk alumni,” ujar Henry, alumni angkatan 1992.
Henry menambahkan, bahwa IKA SMAK St. Louis 1 telah memiliki kantor sekretariatan di dalam gedung sekolah St. Louis 1, sekaligus membentuk regional di berbagai kota dan negara, termasuk Jakarta, Bandung, Joglosemar, Bali, Amerika Serikat, Kanada, Eropa, dan Taiwan. Jejaring ini menjadi ruang aktualisasi lintas bidang yang secara rutin mengadakan kegiatan sosial, bakti kesehatan, hingga seminar karier.
“Kami ingin semua alumni dari angkatan 1961 hingga 2025 tetap terhubung. Hingga kini tercatat lebih dari 1000 anggota yang aktif dalam berbagai kegiatan,” pungkasnya.
Dengan penyelenggaraan seminar ini, IKA SMAK St. Louis 1 menegaskan peran strategis komunitas alumni dalam menjawab tantangan dunia medis Indonesia. Bagi mereka, kontribusi terhadap bangsa tak berhenti di ruang praktik atau kelas, tetapi dimulai dari solidaritas yang tumbuh sejak di bangku sekolah.
Reporter: Pradhita/Editor: Ais
