MADIUN (Lentera) – Kepolisian Resor (Polres) Madiun Kota resmi menetapkan enam orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan pengeroyokan terhadap mantan dosen Universitas Muhammadiyah Madiun (UMMAD), Dwi Rizaldi Hatmoko. Penetapan itu tertuang dalam Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) tertanggal 5 Juni 2025 dengan nomor B/83/SP2HP-5/II/RES.1.6/2025/Satreskrim.
Kepala Seksi Humas Polres Madiun Kota, Iptu Ubaidillah, membenarkan adanya penetapan tersangka dalam kasus tersebut. “Sudah ditetapkan enam orang tersangka, dan proses penyidikan masih berlanjut,” ujarnya saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp, Kamis (19/6/2025).
Dia juga mengatakan bahwa sasus tersebut saat ini masih dalam tahap penyidikan oleh penyidik Polres Madiun Kota.
Keenam tersangka berasal dari lingkungan internal kampus. Mereka adalah MHK, ajudan rektor; YAP, wakil dekan; SA, pejabat Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Madiun yang juga struktural di UMMAD; Santosa Pradana, kaprodi; serta dua dosen yakni Muhammad Rifaat Adiakarti dan Muhammad Hasan Al Banna.
Sementara itu, Dwi Rizaldi mengharapkan penetapan tersangka ini menjadi pelajaran bahwa hukum di Indonesia masih bisa tegak. Dia berharap supaya tidak ada kejadian seperti ini lagi.
Dwi menilai, langkah hukum ini sekaligus membantah pernyataan resmi pihak kampus yang sempat menyebut tidak ada tindakan kekerasan dalam insiden tersebut. Pernyataan itu disampaikan melalui siaran pers UMMAD pada 6 September 2024 lalu, yang saat itu sempat ramai diberitakan di berbagai media.
“Menurut saya itu bentuk upaya membungkam. Mereka tidak menunjukkan empati, bahkan justru memojokkan saya lewat press release itu,” tegas Dwi, Kamis (19/6/2025).
Ia juga menyerukan agar para pelaku menyadari kesalahan dan berharap aktor intelektual di balik peristiwa tersebut turut diungkap. “Saya ingin sampaikan kepada para pelaku, jangan main hakim sendiri. Segala hal ada mekanismenya. Semoga kalian sadar, dan semoga aktor-aktor intelektual yang menyuruh kalian segera diungkap agar semuanya terang,” tambahnya.
Peristiwa ini terjadi ketika Dwi masih menjabat sebagai dosen Prodi Ilmu Lingkungan UMMAD. Ia merekam aksi penyampaian aspirasi mahasiswa mengenai perbedaan akreditasi antarjurusan. Namun, tindakan merekam itu tidak diterima oleh pihak ajudan rektor. Saat diminta menyerahkan ponsel, Dwi menolak, yang kemudian memicu keributan dan berujung kekerasan fisik terhadap dirinya.
Dwi mengaku dibanting, dicekik, bajunya ditarik hingga robek oleh sejumlah orang yang diduga merupakan dosen, karyawan, dan sekuriti kampus. Ia kemudian melaporkan kejadian itu ke Polres Madiun Kota. Tak lama berselang, Dwi diberhentikan dari jabatannya sebagai dosen.
Hingga saat ini, pihak UMMAD belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait penetapan enam tersangka dalam kasus dugaan pengeroyokan terhadap mantan dosen mereka. (*)
Reporter : Wiwiet Eko Prasetyo
Editor : Lutfiyu Handi
