
SURABAYA (Lentera) - Fraksi PDI Perjuangan (FPDIP) DPRD Jawa Timur (Jatim) menyoroti potensi kerugian daerah akibat kebijakan pembebasan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) untuk kendaraan listrik.
Anggota FPDIP DPRD Jatim, Fuad Benardi, menyebut kebijakan ini perlu dikaji ulang karena berpotensi menggerus Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang selama ini bersumber dari sektor pajak kendaraan.
"Yang menanggung beban jalan itu kan provinsi, kota, dan kabupaten. Sementara mobil listrik, terutama yang mewah, tidak memberikan kontribusi melalui PKB. Padahal jalan yang dilalui itu milik daerah," ungkap Fuad, Selasa (5/8/2025).
Dia juga menilai meskipun mobil listrik membawa dampak positif bagi lingkungan, tidak adanya pungutan PKB terhadap kendaraan dengan harga tinggi, menjadi masalah baru.
"Mobil listrik berkembang, itu bagus. Tapi harus dipikirkan juga soal pembatasan. Kalau harganya di atas Rp 500 juta, seharusnya bisa dikenakan pajak," tegasnya.
Menurut Fuad yang juga Anggota Komisi C DPRD Jatim, saat ini daerah tidak memperoleh pendapatan apapun dari pertumbuhan kendaraan listrik, akibat kebijakan PKB nol persen berdasarkan Permendagri No. 6 Tahun 2023. Padahal, PKB merupakan salah satu sumber utama PAD yang digunakan untuk pembangunan infrastruktur, termasuk perbaikan jalan.
Secara rinci, meskipun mobil listrik tetap dikenai beberapa biaya administrasi, seperti SWDKLLJ sebesar Rp143.000, penerbitan STNK Rp200.000, dan penerbitan TNKB Rp100.000, total pungutan tahunan pada tahun pertama hanya mencapai Rp443.000. Di tahun kedua hingga keempat hanya Rp343.000, dan di tahun kelima menjadi Rp493.000 karena adanya pergantian plat nomor.
Jika diakumulasikan, total biaya selama lima tahun hanya sekitar Rp1.965.000, jauh lebih murah dibandingkan kendaraan konvensional berbahan bakar minyak (BBM).
Melihat kondisi tersebut, Fuad menilai insentif mobil listrik perlu dievaluasi ulang agar tidak membebani keuangan daerah. Ia juga mendorong agar kendaraan listrik kelas premium dikenakan pungutan pajak sebagai bentuk kontribusi terhadap pembangunan daerah.
"Jalan rusak tetap harus diperbaiki, dan itu butuh dana. Kalau PAD berkurang karena PKB hilang, lalu dananya dari mana?" pungkasnya.
Reporter: Pradhita/Editor:Widyawati