
SURABAYA (Lentera)– Perubahan iklim, bencana alam, hingga keterbatasan sumber daya menjadi tantangan nyata yang kini dihadapi masyarakat global, termasuk Indonesia.
Menjawab isu tersebut, Architecture Petra Christian University (PCU) bekerja sama dengan SENVAR (Sustainable Environment Architecture) kembali menjadi tuan rumah 6th ICEA-Senvar 2025 dengan tema Resilient Architecture, pada 1–3 Oktober 2025 di kampus PCU.
Ketua acara, Aris Budhiyanto, S.T., M.Sc., Ph.D., menjelaskan, tema ini dipilih karena kebutuhan akan bangunan dan lingkungan yang tangguh semakin mendesak.
“Kita perlu merancang bangunan yang bisa bertahan, beradaptasi, dan tetap berfungsi di tengah tantangan perubahan iklim, bencana, maupun keterbatasan sumber daya. Konferensi ini menjadi wadah berbagi ide dan solusi inovatif bagi kebutuhan masyarakat,” jelasnya, Jumat (3/10/2025).
Konferensi dua tahunan ini menghadirkan pakar arsitektur dari berbagai negara, di antaranya: Prof. David Sanderson (University of New South Wales, Sydney), ahli manajemen bencana, menekankan pentingnya melibatkan masyarakat dalam persiapan dan pemulihan bencana.
Selanjutnya Prof. Sri Nastiti N. Ekasiwi (ITS), pakar desain bangunan tropis, menyoroti pentingnya desain hemat energi melalui ventilasi silang atau pendinginan alami.
Prof. Heng Chye Kiang (National University of Singapore), ahli desain perkotaan berkelanjutan, menjelaskan pentingnya tata ruang kota yang tangguh dari skala kampung hingga metropolitan.
"Lalu ada Dr. Rully Damayanti (PCU), peneliti kampung kota yang menegaskan bahwa desain harus fleksibel dan adaptif mengikuti perubahan sosial maupun iklim," tuturnya.
Selain seminar internasional, kegiatan ini juga menghadirkan pameran material, karya mahasiswa, serta workshop kreatif. Salah satunya adalah demo desain bersama alumni PCU yang tergabung dalam Urban Sketcher, yakni USK. Jonathan Irwan (alumni 1998) dan USK. Henry Siswanto (alumni 1999). Workshop bertajuk “Ruang untuk Kehidupan” mengajak mahasiswa merancang kios UMKM yang hemat ruang, ekonomis, namun tetap ramah dan unik.
PIC workshop, Christine Wonoseputro, S.T., M.ASD., menjelaskan bahwa ruang kota kini semakin sempit dan mahal, sehingga arsitek dituntut kreatif merancang ruang yang berpihak pada manusia.
“Desain arsitektur bukan sekadar indah, tapi harus fungsional dan memberi solusi nyata untuk masyarakat,” ujarnya.
Dengan tema besar Resilient Architecture, konferensi ini tidak hanya menekankan pada inovasi teknologi dan desain, tetapi juga pada keberlanjutan hidup manusia dalam menghadapi tantangan global yang terus berubah.
Reporter: Amanah|Editor: Arifin BH