JAKARTA (Antara) - Presiden RI, Prabowo Subianto, setuju agar Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) disahkan menjadi undang-undang (UU). Pemberlakuannya diharapkan mulai 2 Januari 2026.
"Karena itu mengejar pemberlakuan tanggal 2 Januari, ada tiga PP yang mutlak harus diselesaikan," kata Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas, di kompleks parlemen, Jakarta, Selasa (18/11/2025).
Sebelumnya, RUU KUHAP sudah disetujui oleh Rapat Paripurna DPR RI untuk disahkan menjadi UU, setelah pembahasan revisinya selesai di Komisi III DPR RI.
Supratman mengatakan bahwa pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset akan menunggu terlebih dahulu aturan turunan dari Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang baru disetujui.
Menurut dia, ada belasan aturan turunan atau Peraturan Pemerintah (PP) yang perlu diterbitkan menyangkut pelaksanaan KUHAP tersebut. Namun, kata dia, ada tiga aturan turunan mutlak yang harus segera diterbitkan.
Selain itu, menurut dia, ada Rancangan Undang-Undang tentang Penyesuaian Pidana yang juga mendesak untuk segera disahkan. "Mudah-mudahan di akhir masa persidangan, undang-undang penyesuaian pidana itu sudah bisa diketok juga," katanya.
Supratman menilai RUU KUHAP memuat sejumlah pembaharuan mendasar yang disusun untuk menyesuaikan sistem hukum acara pidana dengan perkembangan zaman.
"Kami mewakili Presiden menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada pimpinan dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat," kata Supratman.
Dia menjelaskan mulanya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP telah menjadi tonggak kemandirian hukum bangsa Indonesia, menggantikan HIR (Herziene Indlandsch Reglement) warisan kolonial, serta menegaskan prinsip bahwa Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Namun setelah lebih dari empat dekade, menurut dia, perubahan ketatanegaraan, kemajuan teknologi informasi, dan dinamika sosial masyarakat telah membawa tantangan baru. Oleh karena itu, pembaharuan KUHAP diperlukan agar hukum acara pidana menjadi lebih adaptif, modern, dan berkeadilan.
"Kita menghadapi kejahatan lintas negara, kejahatan siber, serta meningkatnya tuntutan terhadap perlindungan hak asasi manusia," kata dia dilansir antara.
Dengan adanya pembaharuan, dia berharap hukum acara pidana di Indonesia dapat menjadi lebih responsif terhadap tantangan zaman, lebih adil terhadap warga negara, dan lebih tegas terhadap penyalahgunaan wewenang.
Sebelumnya, Rapat Paripurna ke-18 DPR RI Masa Persidangan II Tahun Sidang 205-2026 menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) untuk disahkan menjadi undang-undang.
"Apakah dapat disetujui untuk menjadi undang-undang? Terima kasih," kata Ketua DPR RI Puan Maharani yang dijawab setuju oleh seluruh anggota DPR RI yang hadir dalam rapat paripurna di kompleks parlemen, Jakarta, Selasa.
Hal itu dilakukan setelah seluruh fraksi partai politik di DPR RI menyampaikan pandangannya dan persetujuannya terhadap RUU KUHAP yang telah rampung dibahas oleh Komisi III DPR RI.
Sebelumnya, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI mengusulkan agar Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perampasan Aset dimasukkan ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas untuk dibahas pada tahun 2025.
Ketua Baleg DPR RI Bob Hasan mengatakan RUU Perampasan Aset itu diusulkan untuk menjadi RUU usul inisiatif DPR RI. Sebelumnya, RUU itu masuk pada Prolegnas Jangka Menengah 2024-2029 sebagai usulan pemerintah.
"Jadi perampasan aset tidak ada lagi perdebatan di pemerintah atau apa, tapi di DPR. Dan itu masuk ke 2025," kata Bob Hasan saat membuka rapat evaluasi Prolegnas DPR RI dengan pemerintah di kompleks parlemen, Jakarta, Selasa (18/11/2025). (*)
Editor : Lutfiyu Handi




