10 April 2025

Get In Touch

Wisata ke Palestina, Segala Sesuatu Bisa Terjadi

Wisata ke Palestina, Segala Sesuatu Bisa Terjadi

Kota Taba, hari Senin (4/3/2018) pukul 08.00 waktu setempat. Jamaah Manaya Indonesia dari Surabaya berjumlah 24 orang berada di tapal batas Negara Mesir dan Palestina. Wilayah ini sebuah pantai yang menyerupai bibir seorang gadis cantik. Berputar melingkar, meliuk tipis-tipis. 

Posisi kami berada di belakang rombongan Philipina yang juga punya maksud sama, akan memasuki wilayah Palestina. Lewat Gate 1 seperti tidak ada masalah. Dari bilik kaca seorang petugas imigrasi memanggil pimpinan rombongan. 

Dia meminta setiap orang agar mengangkat paspornya sambil berjalan memasuki rintangan sebuah pintu dorong otomatis. "Ah, gampang amat. Cuma angkat paspor," pikir saya.

Masuk Gate 2 mulai ketat. Gate 1 masih orang Mesir, sekarang ganti petugas imigrasi Israel. Pria berkemeja putih itu, selain menggunakan mesin pemindai otomatis juga mengamati kami secara manual. Pengamatan manual itu begini: ketika akan masuk X'ray petugas Israel ini melihat dan mengamati paspor seseorang. 

Entah ilmu macam apa yang dimiliki petugas ini. Hanya membandingkan antara foto paspor imigrasi dengan wajah asli secara kasat mata dia bisa "menghentikan" langkah si pemilik paspor. Paspor ditahan lalu pemilik paspor diberi secarik kertas warna merah atau putih. Saya tidak mengerti apa maksud dari kedua warna tersebut.

Empat kawan saya mengalami masalah. Mereka adalah Mukharam Khadafi, Ustaz H. Ahmad Muzakky Al Hafidz -Imam Masjid Al Akbar Surabaya, dan  dua orang peserta lagi. Mereka harus mengikuti aturan setempat. Yakni: diinterogasi oleh petugas yang pertama melakukan pemindaian secara manual tadi. 

Beberapa orang sudah dinyatakan "clear" dari Gate 2 langsung masuk X'ray Gate 3. Lolos pemeriksaan Gate 3 masih harus antre di loket terakhir untuk melayani wawancara. Tiga loket, semuanya petugas perempuan tanpa sedikit pun senyum. Sambil mencocokkan foto paspor, mereka bertanya; berapa lama rencana tinggal di Palestina, bersama siapa perginya, siapa nama bapak kandung, ibu kandung dan ditanyakan pula nama kakek.

Saya tidak mengerti apa yang terjadi terhadap empat orang di ruang interograsi. Sekitar satu jam menunggu mereka baru boleh keluar. Suasana menegangkan.

Pengamanan Israel terbilang cermat. Israel justru bertarung di kawasan konflik seperti di jalur Gaza, Tepi Barat atau di area pemukiman Jerusalem lainnya. Israel mengalami perlawanan sengit dari dalam, sedangkan dari luar pengamanan Israel sangat ketat.

Mengunjungi Al Aqsa di Jerusalem -Palestina, menjadi dambaan setiap orang. Jerusalem konon disebut kota Tiga Tanah Suci Tiga Agama Samawi. Milik umat Islam, Yahudi, dan Kristen Ortodok. 

Umat Islam memiliki wilayah Masjidil Aqsa dengan luas 144.000 meter persegi. Di dalamnya terdapat beberapa masjid (dua terbesar adalah Dome of The Rock dan Masjid Kibly). Kaum Kristiani mempunyai Gereja Kimayah yang diyakini sebagai tempat Yesus disalib. Sedangkan umat Yahudi mempunyai tempat ibadah, namanya Tembok Ratapan.

Pintu masuk menuju wilayah Palestina bisa melalui Mesir atau lewat Jordania, semuanya ditempuh lewat jalur darat. Tetapi harus diingat pergi ke sana bukan persoalan mudah. Otoritas kekuasaan 100 persen berada di tangan Israel. 

Visa kedatangan gampang-gampang susah. Bahkan bisa keluar beberapa jam sebelum rombongan tiba memasuki wilayah Palestina. Tidak sedikit rombongan ditolak masuk oleh pihak Israel meskipun mereka sudah berada di ambang perbatasan.

Selama berada di Mesir dan Palestina rombongan tur Manaya Indonesia bekerjasama dengan travel MISR milik BUMN Mesir sehingga relatif aman. Petugas pengamanan travel cukup melambaikan tangan dari dalam bus ketika berada di cek poin. 

Sekali tempo mereka turun dari bus jika ada sesuatu yang dinilai kurang layak. Dari Kairo sampai perbatasan Taba yang berjarak 500 kilometer tercatat ada 19 cek poin.

Begitulah, selama tiga hari dua malam berada di bumi Palestina terasa melelahkan namun juga sekaligus menyenangkan! Menginjak hari kedua, di tengah perjalanan sekembalinya dari Hebron tiba-tiba bus disetop petugas keamanan. Setelah berhenti dua tentara bersenjata, satu pria dan satu lagi perempuan masuk ke dalam bus memeriksa rombongan kami.

Tentara pria berjalan pelan menuju ke belakang, sedangkan yang perempuan bersiaga di samping pengemudi bus. Persis berada di damping saya, moncong senjata laras panjang milik tentara pria menyenggol pundak kiri. Dia berbalik arah, lalu menepuk pundak kiri saya sambil berkata, "Sorry. Well okay."

Sungguh mati, tadi pas menyentuh pundak saya sama sekali tak pernah berharap senjatanya bakal meletus. Alhamdulillah.

Selalu ada kejutan menuju Palestina. Dengan kalimat lain, meminjam istilah Mukharam Khadafi, owner Manaya Indonesia: "Segala sesuatu bisa saja terjadi". (Arifin BH)

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.