
SURABAYA (Lenteratoday)- Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi melarang semua sekolah SD dan SMP negeri di bawah naungan Pemkot Surabaya tidak diperbolehkan menarik biaya atau pungutan dengan alasan apapun.
Larangan tersebut mencuat usai munculnya permasalahan pembelian buku pendamping oleh koordinator kelas (Korlas) yang sempat ramai di SDN Ketabang Kali.
"Ini pertemuan kepala SD dan SMP negeri seluruh Surabaya. Saya tegaskan bahwa tidak ada biaya yang dikeluarkan oleh anak-anak dengan dalih apapun," kata Eri di hadapan semua kepala sekolah SDN dan SMPN se-Kota Surabaya di SDN Ketabang Kali, Senin (5/8/2024).
Eri mengatakan, dalam pembelajaran terdapat buku teks utama (buku wajib) dan buku teks pendamping. Buku teks utama dipinjamkan gratis oleh pemerintah. Sementara buku teks pendamping tidak diwajibkan untuk dimiliki, sifatnya penunjang untuk memperkaya pengetahuan siswa.
"Perbedaan kepemilikan buku teks pendamping jangan sampai menimbulkan kecemburuan antar siswa. Apalagi jangan sampai diumumkan, oh anak ini sudah punya dan bisa beli buku pendamping, sementara anak yang lain belum. Akhirnya terjadi bullying. Hal ini yang saya takutkan akan merusak mental anak," tuturnya
Mantan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya itu juga mendorong para guru agar lebih kreatif dalam melakukan pembelajaran. Sehingga, anak tidak perlu membeli buku penunjang lain di luar yang sudah diberikan oleh pemerintah.
"Buku wajib itu ada. Sebenarnya bisa gurunya beli satu buku teks pendamping, bisa juga download dari platform Merdeka Belajar, ditaruh layar besar supaya semua muridnya bisa melihat. Kalau kita ingin memperkaya ilmu anak-anak, gurunya juga harus berinovasi, kolaborasi dengan komite. Jangan milih praktis jual buku pendamping ke siswa," tambahnya.
Guna .engantisipasi kejadian uang pembelian buku teks pendamping terulang kembali, Eri meminta kepala sekolah SDN dan SMPN di Kota Surabaya untuk membuat surat pernyataan tidak akan menarik iuran dari siswa.
Mengenai keperluan lain dalam pendidikan, seperti wisuda, rekreasi, atau lainnya, Eri meminta semua acara yang menelan biaya tinggi dan membebani siswa untuk ditiadakan.
Misalnya, wisuda bisa diganti dengan karya seni sederhana di dalam sekolah. Acara rekreasi ke luar kota pun bisa diganti dengan mengunjungi tempat-tempat bersejarah di Kota Pahlawan, seperti rumah kelahiran Bung Karno dan museum-museum.
Kepala Dinas Pendidikan (Dispendik), Yusuf Masruh memastikan permasalah tunggakan uang pembelian buku teks pendamping tiga orang siswa di SDN Ketabang Kali sudah terselesaikan. Ke depan, Dispendik Kota Surabaya juga akan lebih memetakan pola komunikasi orang tua dan sekolah agar berjalan berdampingan.
"Sekolah punya banyak elemen, ada siswa, guru dan orang tua wali murid. Misalnya, korlas punya harapan untuk putra dan putrinya, hal ini nanti yang akan kita petakan pola komunikasinya agar berjalan lebih baik," kata Yusuf.
Ia berharap agar masing-masing dari orang tua wali murid bisa mengesampingkan egonya untuk kepentingan pendidikan putra dan putrinya.
"Saya rasa semuanya sasarannya pasti sama untuk masa depan anak, semua punya harapan yang sama. Jadi bagaimana hal tersebut bisa tetap dikemas dengan kondisi sekolah yang baik," tandasnya.
Diketahui, dugaan tunggakan uang pembelian buku pendamping tiga orang siswa di SDN Ketabang Kali bermula dari adanya pembelian buku mata pelajaran pendamping agama untuk siswa kelas 6. Buku pendamping mata pelajaran agama tersebut kemudian dibeli melalui Korlas orang tua murid.
Ketiga orang tua siswa tersebut sebenarnya mau untuk membeli buku. Akan tetapi, mereka merasa tersinggung karena anaknya tidak kebagian buku, hingga akhirnya memviralkan masalah ini melalui media sosial.
Reporter: Amanah|Editor: Arifin BH