
JAKARTA (Lentera) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil 5 pejabat Kementerian Agama untuk diperiksa sebagai saksi dalam penyidikan kasus dugaan korupsi dalam penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kemenag tahun 2023–2024.
"Pemeriksaan bertempat di Gedung Merah Putih KPK atas nama JJ, RH, MAS, AM, dan NA," ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu (17/9/2025).
Budi menjelaskan identitas pejabat Kemenag yang menjadi saksi kasus kuota haji tersebut masing-masing JJ selaku Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus tahun 2024, RH selaku Direktur Pengelolaan Biaya Operasional Haji dan Sistem Informasi Haji Terpadu, dan MAS selaku Kepala Subdirektorat Perizinan, Akreditasi, dan Bina Penyelenggaraan Haji Khusus periode 2023–2024.
Kemudian AM selaku Analis Kebijakan pada Direktorat Bina Umrah dan Haji Khusus tahun 2022–2024, serta NA selaku Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus tahun 2023.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, kelima saksi tersebut adalah Jaja Jaelani (JJ), Ramadhan Harisman (RH), M. Agus Syafi (MAS), Abdul Muhyi (AM), dan Nur Arifin (NA).
Sebelumnya, pada 9 Agustus 2025, KPK mengumumkan memulai penyidikan perkara dugaan korupsi dalam penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama tahun 2023–2024.
Pengumuman dilakukan KPK setelah meminta keterangan kepada mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dalam penyelidikan kasus tersebut pada 7 Agustus 2025.
Pada saat itu, KPK juga menyampaikan sedang berkomunikasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk menghitung kerugian keuangan negara dalam kasus kuota haji tersebut.
Kemudian pada 11 Agustus 2025, KPK mengumumkan penghitungan awal kerugian negara dalam kasus tersebut mencapai Rp1 triliun lebih, dan mencegah tiga orang untuk bepergian ke luar negeri, salah satunya adalah mantan Menag Yaqut Cholil Qoumas.
Selain ditangani KPK, Pansus Angket Haji DPR RI sebelumnya juga menyatakan pihaknya telah menemukan sejumlah kejanggalan dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 2024.
Poin utama yang disorot pansus adalah perihal pembagian kuota 50 berbanding 50 dari alokasi 20.000 kuota tambahan yang diberikan Pemerintah Arab Saudi.
Saat itu, Kementerian Agama membagi kuota tambahan 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.
Hal tersebut tidak sesuai dengan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang mengatur kuota haji khusus sebesar 8 persen, sedangkan 92 persen untuk kuota haji reguler.
Co-Editor: Nei-Dya/berbagai sumber