02 October 2025

Get In Touch

Tanpa Sadar, Hal Kecil Ini Bisa Picu Kesehatan Mental

Ilustrasi (foto: iStockphoto)
Ilustrasi (foto: iStockphoto)

SURABAYA (Lentera) - Banyak orang sudah disiplin menjaga pola makan, rutin berolahraga, hingga telaten merawat diri, namun kerap mengabaikan kesehatan mental. Padahal, gangguan tidak selalu datang dari hal-hal besar atau ekstrem, melainkan dari kebiasaan kecil yang perlahan menggerogoti pikiran. Seperti tetesan air yang terus-menerus menghantam batu, kebiasaan ini tanpa terasa mampu melemahkan kekuatan batin dari waktu ke waktu.

Menyadari kebiasaan kecil yang tampak wajar namun diam-diam merusak kesehatan mental adalah langkah penting untuk tetap tangguh dan jernih dalam berpikir. Kesadaran ini membuka peluang untuk memperbaiki pola hidup sejak dini, sebelum efeknya berkembang menjadi lebih berat dan sulit diatasi. Dengan begitu, kita dapat menjaga ketahanan diri sekaligus kewarasan dalam menghadapi berbagai tantangan hidup.

Mengabaikan Pentingnya Jeda 

Banyak orang yang tidak nyaman dengan keheningan. Lalu, setiap ruang kosong diisi dengan notifikasi, musik keras, atau percakapan tanpa arah. Terlihat biasa, tetapi kebiasaan ini membuat pikiran kehilangan kesempatan untuk beristirahat.

Padahal, diam adalah ruang bernapas bagi mental. Saat kita menolak keheningan, otak dipaksa bekerja terus-menerus mencerna rangsangan. Akibatnya, sistem emosi menjadi mudah lelah dan sulit fokus.

Jangan sampai takut menghadapi sepi. Keheningan bukan musuh, melainkan jendela yang memberi ruang untuk mendengar isi hati sendiri.

Membandingkan-bandingkan Diri 

Perbandingan kecil yang dilakukan setiap hari, meski hanya sekilas, bisa menjadi racun psikologis. Melihat pencapaian orang lain di media sosial, lalu menimbang hidup sendiri, sering kali membuat hati terasa kurang meski sebenarnya cukup.

Kebiasaan ini berbahaya karena menciptakan standar palsu yang tidak ada hubungannya dengan realitas hidupmu. Setiap orang berjalan dengan ritme berbeda, tetapi membandingkan diri akan menyeret mental ke lingkaran iri, cemas, dan minder.

Jauh lebih sehat jika membandingkan diri dengan versi dirimu yang lalu, bukan dengan kehidupan yang hanya ditampilkan setengah di layar orang lain.

Memendam Emosi dan Perasaan 

Banyak orang mengira hanya amarah besar yang berbahaya. Padahal, emosi kecil yang dipendam tanpa dikelola—rasa kesal, kecewa, atau tersinggung ringan—jika terus menumpuk bisa menjadi beban mental yang berat.

Emosi tidak hilang hanya karena kita berpura-pura tidak merasakannya. Ia tetap ada, mengendap, dan mencari cara untuk meledak di waktu yang tak terduga. Hasilnya bisa berupa letupan marah, sindiran tajam, atau bahkan kelelahan emosional yang parah.

Membiasakan diri menamai emosi, menuliskannya, atau berbicara dengan orang terpercaya adalah bentuk menjaga kesehatan batin agar tidak retak perlahan.

Mengabaikan Pentingnya Rehat 

Ada kebiasaan yang sering dianggap produktif, padahal berbahaya: terus-menerus menyibukkan diri. Ketika tubuh meminta istirahat, pikiran dipaksa mencari aktivitas agar tidak merasa “kalah” dengan waktu.

Kebiasaan ini justru membuat mental tidak punya kesempatan untuk pulih. Otak bekerja melebihi kapasitas, sementara hati menanggung rasa lelah yang sulit dijelaskan. Lambat laun, yang tersisa hanyalah kekosongan meski terlihat sibuk.

Memberi ruang untuk tidak melakukan apa-apa bukan tanda malas, melainkan cara cerdas menjaga kewarasan dan energi batin.

Terlalu Banyak Mengeluh 

Tidak semua racun mental datang dari hal buruk. Kadang, justru datang dari kebiasaan mengabaikan hal baik yang kecil. Tidak menghargai sarapan sederhana, udara segar, atau obrolan hangat dengan sahabat membuat jiwa terasa miskin, meski hidup sebenarnya penuh.

Mengabaikan rasa syukur membuat hati terjebak pada pencarian tanpa ujung. Selalu ada yang kurang, selalu ada yang ingin lebih. Pada akhirnya, mental terus tertekan karena merasa tidak pernah cukup.

Membiasakan diri menyadari hal kecil yang layak disyukuri bisa menjadi penawar paling ampuh bagi rasa gelisah dan kesepian.

Menghindari Konflik Kecil 

Banyak orang memilih menghindar setiap kali ada perbedaan kecil. Sekilas terlihat damai, tetapi menghindari konflik justru bisa menggerogoti kesehatan mental. Rasa tidak nyaman yang tidak pernah dihadapi akan menumpuk menjadi kecemasan tersembunyi.

Menghindar juga berarti membiarkan orang lain menentukan batasmu. Akhirnya, rasa harga diri bisa terkikis karena kamu terbiasa mengorbankan diri demi kenyamanan semu.

Menghadapi konflik kecil dengan tenang bukan hanya melatih keberanian, tapi juga menjaga kesehatan batin dari rasa tertekan yang tak pernah selesai.

Terjebak pada Pola Bicara Negatif

Kalimat kecil yang diulang setiap hari punya dampak besar pada jiwa. Ucapan seperti “aku memang selalu salah” atau “hidupku memang begini” tanpa disadari menciptakan keyakinan batin yang merusak.

Pola bicara negatif membuat otak menerima sugesti bahwa dirimu tidak berharga, tidak mampu, atau tidak pantas. Dari sinilah lahir rasa rendah diri, cemas, hingga depresi.

Mengganti kalimat dengan bahasa yang lebih bernada positif bukan berarti berpura-pura bahagia, melainkan suatu bentuk tanggung jawab untuk menjaga agar mental tidak terjerat oleh keyakinan yang melemahkan mental dan keteguhan hati.

Saatnya untuk lebih perhatian lagi dengan kesehatan mental kita. Kebiasaan-kebiasaan yang kadang tampak sepele tapi ketika ternyata berdampak negatif, bisa menjadi penghambat kesejahteraan diri dan kebahagiaan.

Co-Editor: Nei-Dya/berbagai sumber

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.