SURABAYA (Lentera) –Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jawa Timur mendesak Dinas Kesehatan (Dinkes) Jatim memperkuat sistem pencegahan HIV-AIDS, menyusul masih ditemukannya 75 kasus HIV pada anak hingga Oktober 2025, meski tren penemuan kasus secara umum menunjukkan penurunan.
Anggota Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jatim, Indri Yulia Mariska, menilai temuan kasus HIV pada anak menjadi sinyal bahwa pencegahan penularan belum berjalan optimal. Ia menyebut kondisi tersebut sebagai alarm bagi sistem penanganan HIV-AIDS di Jawa Timur.
“Penurunan jumlah kasus memang patut diapresiasi, tetapi munculnya kasus HIV pada anak harus menjadi alarm keras. Ini berarti masih ada celah serius dalam pencegahan penularan dari ibu ke anak,” ungkap Indri, Minggu (14/12/2025).
Data Dinkes Jatim mencatat penemuan kasus HIV sebanyak 10.671 kasus pada 2023, menurun menjadi 10.556 kasus pada 2024, dan kembali turun menjadi 8.962 kasus hingga Oktober 2025. Namun, menurut Indri, angka penemuan kasus tidak boleh hanya dilihat sebagai capaian administratif.
“Penemuan kasus adalah indikator kinerja, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana sistem mampu mencegah kasus baru muncul, terutama pada kelompok paling rentan seperti anak dan remaja,” ujarnya.
Indri juga menyoroti tingginya kasus HIV di sejumlah daerah, seperti Surabaya dengan 983 kasus, Jember 632 kasus, dan Sidoarjo 549 kasus. Ia menilai kondisi tersebut menunjukkan perlunya evaluasi strategi pencegahan berbasis wilayah.
“Wilayah dengan angka tinggi harus diperlakukan sebagai prioritas khusus, bukan sekadar data tahunan. Harus ada intervensi yang terukur, berkelanjutan, dan dievaluasi secara berkala,” katanya.
Terkait kasus HIV pada anak, Indri menyebut mayoritas disebabkan penularan dari ibu yang tidak menjalani pengobatan. Hal ini, menurutnya, menandakan layanan skrining HIV pada ibu hamil melalui antenatal care (ANC) belum berjalan merata dan konsisten.
“Jika ANC berjalan optimal, seharusnya hampir tidak ada bayi yang lahir dengan HIV. Artinya, Dinkes Jatim perlu memastikan skrining HIV menjadi standar wajib dan benar-benar diawasi di seluruh fasilitas kesehatan,” ujarnya.
Selain itu, Indri menyoroti masih adanya ratusan kasus baru pada kelompok remaja usia 15–19 tahun, meski jumlahnya menurun pada 2025. Ia menilai edukasi kesehatan reproduksi dan pencegahan HIV perlu dilakukan dengan pendekatan yang lebih relevan.
“Program sosialisasi jangan bersifat seremonial. Harus ada pendekatan yang relevan dengan dunia remaja, melibatkan sekolah, keluarga, dan komunitas, serta memanfaatkan media digital secara serius,” tegasnya.
Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jatim mendorong Dinkes Jatim meningkatkan koordinasi lintas sektor, memperkuat pendampingan orang dengan HIV (ODHIV), serta memastikan kesinambungan pengobatan untuk mencegah putus obat.
“Kami tidak sedang mencari kesalahan, tetapi mendorong perbaikan. Target eliminasi HIV-AIDS 2030 hanya bisa tercapai jika Dinkes Jatim berani melakukan evaluasi internal, memperbaiki pola kerja, dan menjadikan perlindungan anak sebagai prioritas utama,” pungkas Indri.
Reporter: Pradhita|Editor: Arifin BH




